Konversilahan dapat diartikan sebagai perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan
Famous Konversi Lahan Permukiman Di Asean Umumnya Terjadi Di Wilayah Ideas. Di wilayah yang lebih berkembang didominasi oleh lahan terbangun. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji bagaimanapengaruh perubahan guna lahan atau konversi lahan tersebut terhadap kondisi lingkungan lahan, air,dan udara di Lahan Permukiman Di Asean Umumnya Terjadi Di Wilayah Image Sites from / smp / 4. Area permukiman yang dibutuhkan juga semakin luas. Menurut agus 2004 konversi lahan sawah adalah suatu proses yang disengaja oleh manusia anthropogenic, bukan suatu proses Permukiman Yang Dibutuhkan Juga Semakin lahan permukiman eksisting yang terletak di wilayah kesesuaian lahan kelas sesuai ii adalah 8848,38 ha. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji bagaimanapengaruh perubahan guna lahan atau konversi lahan tersebut terhadap kondisi lingkungan lahan, air,dan udara di sana. Konversi lahan pemukiman di asean umumnya terjadi di Cadangan Permukiman Pada Kesesuaian Lahan Kelas Sangat konversi lahan terhadap perubahan ruang dan interaksi antarruang. Dia bisa memahami para petani yang melepas lahan miliknya karena kebutuhan biaya untuk perawatan dan penghasilan yang tak seimbang. Alih fungsi lahan akan membuat sawah dan lahan pertanian lainnya semakin sempit, secara otomatis lahan pertanian semakin Konversi Lahan, Dan Dampak Konversi Lahan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan microsoft excel 2010 dan spss. Menurut arsyad dan rustiadi 200878 konversi lahan merupakan konsekuensi logis dari peningkatan aktivitas dan jumlah penduduk serta proses pembangunan lainnya. Dampak alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman, yaitu produktivitas pangan / Smp / dengan hirarki lebih tinggi memiliki tingkat perkembangan yang tinggi juga, yang mana. Sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagain atau seluruh kawasan lahan dari fungsi semula seperti yang direncanakan menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif. Konversi lahan pertanian menjadi permukiman marak dilakukan di Agus 2004 Konversi Lahan Sawah Adalah Suatu Proses Yang Disengaja Oleh Manusia Anthropogenic, Bukan Suatu Proses karena itu, perkembangan permukiman yang saat ini terjadi dapat mengancam keberadaan dan luasan area kawasan yang seharusnya difungsikan untuk. Pada wilayah studi kasus terdapat wilayah. Seperti yang termuat dalam peraturan pemerintah negara republic indonesia nomer 1 tahun 2011 tentang alih fungsi lahan petanian.

Hasilpenelitian: 1) sebaran perubahan penggunaan lahan permukiman terjadi pada setiap desa di Kecamatan Grogol. Besarnya perubahan lahan menjadi permukiman yang terjadi adalah sebesar 176,6814 ha. Perubahan penggunaan lahan permukiman terbesar terdapat di Desa Telukan sebesar 43,58 ha , kemudian Desa Gedangan sebesar 34,50 ha, Desa Sanggrahan

Berbagai interaksi kentungan dalam kehidupan di negara-negara ASEAN tentunya akan memberikan pengaruh berupa perubahan unik yang hanya terjadi di sana. Hal tersebut misalnya meliputi iklim, di mana hampir di seluruh negara ini beriklim tropis dan hanya memiliki dua musim saja. Hal tersebut berbeda dengan negara-negara Eropa yang memiliki empat musim. Lalu apa lagi pengaruh perubahan dan Interaksi keruangan terhadap kehidupan di negara-negara ASEAN? Dapat berupa faktor alam, Iptek, ekonomi, dan pengalihan lahan pertanian ke industri dan pemukiman. Berikut adalah pemaparan materi lengkapnya, di mulai dari perubahan faktor alam. Perubahan Ruang dan Interaksi Antar Ruang akibat Faktor Alam Kondisi alam dan sosial negara-negara ASEAN relatif homogen seragam dan saling membutuhkan. Hal itu memudahkan interaksi antara satu negara dengan negara lainnya. Dalam kacamata perubahan ruang akibat faktor alam, bentuk interaksi keruangan negara-negara ASEAN meliputi faktor iklim, geologi, dan ketersediaan sumber daya alam Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 56. Faktor Iklim Lokasi negara-negara ASEAN yang berada di antara Benua Asia dan Benua Australia menyebabkan wilayah ini memiliki pola arah angin yang berganti setiap setengah tahun sekali. Angin itu dinamakan angin muson timur dan angin muson barat, masing-masing menyebabkan terjadinya musim kemarau dan musim hujan. Namun, negara-negara ASEAN belakangan ini mengalami perubahan iklim yang tidak terprediksi, akibat adanya perilaku yang menimbulkan pemanasan global. Perubahan iklim ini memicu terjadinya bencana alam klimatik atau bencana alam yang disebabkan kerusakan faktor-faktor iklim. Wilayah negara-negara ASEAN juga dipengaruhi iklim fisis. Iklim fisis dipengaruhi keadaan fisik suatu wilayah, seperti perairan laut, pegunungan, dan dataran. Dalam upaya menanggulangi bencana di kawasan Asia Tenggara, ASEAN melakukan kerja sama antarnegara anggotanya. Contoh kerja sama ASEAN dalam menanggulangi bencana klimatik, yaitu Ketika terjadi kebakaran hutan yang hebat di Sumatra tahun 2015, Malaysia dan Singapura atas nama ASEAN memberikan bantuan peminjaman pesawat pemadam kebakaran. Indonesia dan beberapa negara ASEAN lain membantu Filipina yang mengalami bencana badai Haiyan tahun 2014. Faktor Geologi Berdasarkan faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi geologi seperti kondisi tanah dan batuan penyusunnya di bumi, negara-negara ASEAN berada di daerah tumbukan antarlempeng. Pergerakan lempeng yang bertumbukkan mengakibatkan terjadinya bencana geologis, seperti gempa bumi. Kemudian saat terjadi di dasar laut, gempa bumi dapat menimbulkan bencana tsunami. Setidaknya empat dari sebelas negara ASEAN, yakni Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Myanmar, pernah mengalami kejadian gempa yang merenggut korban jiwa sangat banyak. Bentuk kerja sama dalam faktor ini adalah negara-negara ASEAN sebagai organisasi ataupun negara-negara tetangga melalui Pusat Koordinasi Bantuan Kemanusiaan memberikan bantuan berupa kebutuhan pokok, fasilitas kesehatan, maupun donasi untuk perbaikan lingkungan dalam masa pemulihan. Faktor Ketersediaan Sumber Daya Alam Hampir semua negara-negara ASEAN memiliki sumber daya alam berupa barang tambang, kecuali Singapura. Negara Singapura memiliki wilayah sangat sempit sehingga memiliki keterbatasan sumber daya alam barang tambang. Namun, mereka menguasai perdagangan dan industri. Negara-negara ASEAN yang kaya dengan barang tambang mentah mengekspornya ke Singapura untuk diolah menjadi berbagai barang kebutuhan pokok. Negara-negara ASEAN yang lain juga melakukan kegiatan yang serupa dengan volume yang berbeda-beda. Tidak semua sumber daya yang diperlukan suatu negara tersedia di negara tersebut. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhannya, negara-negara anggota ASEAN melakukan pertukaran sumber daya alam dalam kegiatan jual beli. Kegiatan jual beli dan pertukaran sumber daya ini merupakan bentuk interaksi antarnegara-negara ASEAN yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengaruh Perkembangan Ilmu dan Teknologi terhadap Perubahan Ruang ASEAN Beberapa pengaruh Iptek terhadap perubahan ruang ASEAN yang paling tampak dan menjadi sorotan meliputi teknologi transportasi, dan telekomunikasi. Mengapa? karena dua ini adalah teknologi yang paling memengaruhi perubahan ruang di negara-negara ASEAN. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah pemaparannya. Pengaruh Teknologi Transportasi Adanya perkembangan teknologi tansportasi membawa perubahan aktivitas manusia yang berakibat terhadap perubahan tata kehidupan. Jumlah orang Indonesia yang pergi ke Malaysia dan Singapura atau sebaliknya semakin meningkat setiap tahunnya. Pembangunan prasarana transportasi juga telah mengubah kondisi wilayah di suatu negara. Lahan-lahan produktif seperti hutan atau sawah diubah untuk membangun jaringan jalan. Di beberapa negara ASEAN, rekayasa jaringan lalu-lintas transportasi darat sudah sangat canggih. Pengaruh Teknologi Komunikasi Perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat di negara-negara ASEAN sebagai akibat perkembangan teknologi transportasi dan komunikasi dapat dilihat, contohnya dalam berbagai aspek, baik sosial, ekonomi, budaya, maupun keamanan. Di bawah ini adalah penjabaran perubahan teknologi komunikasi di ASEAN dalam berbagai bidang. Sosiala bertambahnya jumlah penduduk dalam waktu singkat; b kebutuhan transportasi massal semakin tinggi untuk menghindari kemacetan; c maraknya perdagangan manusia; d kerja sama luar negeri semakin mudah. Ekonomi a bertambahnya pendapatan negara dari pajak dan pendapatan dari sewa tempat tinggal akibat munculnya pusat-pusat aktivitas masyarakat, seperti perbelanjaan, wisata, dan tempat tinggal yang diperlukan pendatang; b nilai barang lokal meningkat seiring permintaan mata uang asing; c barang-barang asing semakin mudah dijangkau. Budaya a terjadi akulturasi budaya secara sadar maupun tidak; b perubahan sistem nilai dan norma; c terjadinya kecenderungan gaya hidup hedonis; d aliran-aliran yang bertentangan dengan budaya semakin mudah masuk. Keamanan a gangguan kondisi keamanan suatu negara semakin rentan; b narkotika dan obat terlarang semakin mendapat tempat; c jaringan kelompok perusuh antarnegara semakin mudah diorganisir. Pengaruh Perubahan Ruang terhadap Kehidupan Ekonomi di ASEAN Pengaruh perubahan ruang dan interaksi antarruang terhadap keberlangsungan kehidupan ekonomi di negara-negara ASEAN yakni menjadikan kegiatan ekonomi lebih meluas, misalnya produsen beras seperti Thailand dapat dengan mudah mengekspor produknya ke Singapura, Indonesia, dan negara anggota ASEAN lain tanpa dibebani pajak, begitupun sebaliknya. Hal tersebut terjadi karena negara-negara anggota ASEAN mulai menerapkan AFTA ASEAN Free Trade Area dalam kehidupan internasionalnya. Pilihan konsumsi pun semakin banyak, baik kualitas maupun harganya. Persaingan dalam kegiatan ekonomi menjadi lebih ketat dengan adanya kompetitor dari luar negeri. Pengaruh Konversi Lahan Pertanian ke Industri dan Pemukiman Konversi lahan pertanian sering terjadi di negara-negara ASEAN dengan laju pertumbuhan penduduk relatif tinggi, seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Filipina. Konversi terjadi terutama di daerah pinggiran kota ataupun area persawahan yang letaknya berdekatan dengan fasilitas umum, seperti di dekat pasar. Pengubahan atau konversi lahan pertanian bersifat menular, artinya ketika satu petak lahan telah dikonversi, lahan pertanian di sekitar petak tersebut juga rawan dikonversi. Hal ini berpengaruh terhadap kelangsungan kehidupan masyarakat di daerah tersebut. Efek Konversi Lahan Pertanian menjadi Lahan Industri Berbagai masalah akan timbul akibat konversi lahan dari lahan pertanian menjadi industri, antara lain Lahan pertanian berkurang, yang membuat produktivitas pangan dari pertanian menurun. Lahan pertanian sekitar industri berpotensi terkena imbas pencemaran akibat limbah atau polusi dari industri baik tanah, air, maupun udara. Konversi lahan itu menular, yang mengancam ketersediaan lahan pertanian. Konversi lahan pertanian menjadi lahan industri banyak terjadi di pinggir kota, dan pemilik perusahaan mendirikan industri di sana karena beberapa alasan, di antaranya sebagai berikut. Pembangunan industri lebih memilih lahan yang strategis. Sebagian besar lahan strategis tersebut merupakan lahan pertanian. Harga lahan pertanian relatif lebih murah dibandingkan dengan lahan terbangun. Pembangunan industri memilih akses yang lebih mudah. Industri dibangun dekat dengan bahan baku lahan pertanian menjadi pilihan yang baik. Konversi lahan pertanian menjadi industri mengakibatkan petani “terusir” dari tanah mereka digantikan oleh uang dan kondisi ini memengaruhi sistem sosial. Karena bisa jadi petani hanya menjadi buruh tani karena tidak memiliki lahan. Hal ini merupakan gejala yang muncul sebagai akibat dari faktor sosial dan budaya hukum waris. Pengaruh Konversi Lahan Pertanian menjadi Lahan Pemukiman Konversi lahan pertanian menjadi permukiman pasti akan menimbulkan dampak, sama seperti konversi lahan pertanian menjadi lahan industri. Biasanya, selalu berdampak negatif apabila dilihat dari sisi fungsi lahan pertanian itu sendiri. Adapun dampak negatif dari pengaruh konversi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman adalah sebagai berikut. Luas lahan pertanian semakin berkurang sehingga produktivitas pangan semakin kecil. Petani dan buruh tani kehilangan mata pencahariannya. Hilangnya lahan ruang terbuka hijau RTH. Berkurangnya lahan resapan air. Referensi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Ilmu Pengetahuan Sosial SMP/MTs Kelas VIII. Jakarta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Konversilahan pertanian menjadi permukiman marak dilakukan di negara-negara ASEAN. Konversi lahan pertanian menjadi permukiman pasti akan menimbulkan dampak, sama seperti konversi lahan pertanian menjadi lahan industri. Biasanya, selalu berdampak negatif apabila dilihat dari sisi fungsi lahan pertanian itu sendiri.

Latar BelakangPermasalahanPengertian LahanPenyebab Konversi Lahan dari Berbagai AspekDampak Negatif dari Konversi LahanDampak Positif dari Konversi LahanUpaya Pengendalian Konversi Lahan Sawah Latar Belakang Konversi Lahan Adalah – Pengertian, Dampak, Alasan & Contohnya – Menurut Purwowidodo 1983 lahan mempunyai pengertian, yaitu suatu lingkungan fisik yang mencakup iklim, relief tanah, hidrologi, dan tumbuhan yang sampai pada batas tertentu akan mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan. Sedangkan, sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk pertanian, daerah industri, daerah pemukiman, jalan untuk transportasi, daerah rekreasi atau daerah-daerah yang dipelihara kondisi alamnya untuk tujuan ilmiah. Lahan pertanian memiliki fungsi yang besar bagi kemanusiaan melalui fungsi gandanya multifunctionality. Selain berfungsi sebagai penghasil produk pertanian tangible products yang dapat dikonsumsi dan dijual, pertanian memiliki fungsi lain yang berupa intangible products, antara lain mitigasi banjir, pengendali erosi, pemelihara pasokan air tanah, penambat gas karbon atau gas rumah kaca, penyegar udara, pendaur ulang sampah organik, dan pemelihara keanekaragaman hayati Agus dan Husen 2004. Fungsi sosial-ekonomi dan budaya pertanian juga sangat besar, seperti penyedia lapangan kerja dan ketahanan pangan. Eom dan Kang 2001 dalam Agus dan Husen 2004 mengidentifikasi 30 jenis fungsi pertanian di Korea Selatan. Saat ini, jumlah luasan lahan pertanian tiap tahunnya terus mengalami gangguan. Berkurangnya jumlah lahan pertanian ini merupakan akibat dari adanya peningkatan jumlah dan aktivitas penduduk serta aktivitas pembangunan Pasandaran 2006. Kondisi ini mengakibatkan permintaan akan lahan pun meningkat. Sehingga terjadi perubahan penggunaan lahan atau yang dikenal dengan konversi lahan. Konversi lahan dapat diartikan sebagai perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula seperti yang direncanakan menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif masalah terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri Utomo et al 1992. Penggunaan sumberdaya lahan akan mengarah kepada penggunaan yang secara ekonomi lebih menguntungkan yaitu ke arah penggunaan yang memberikan penerimaan keuntungan ekonomi yang paling tinggi. Penggunaan lahan untuk sawah merupakan salah satu penggunaan lahan yang mempunyai nilai land rent rendah dibandingkan dengan penggunaan lain. Hal tersebut menjadi salah satu alasan banyak terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan lain. Menurut Panuju 2004, rata-rata di seluruh wilayah di Jabodetabek pertumbuhan sektor pertanian terus mengalami penurunan. Permasalahan Konversi lahan di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Luas lahan pertanian sawah di Indonesia tercatat sekitar 8,9 juta hektar, sekitar hektar telah beralih fungsi ke penggunaan lain setiap tahunnya Badan Pertanahan Nasional 2004. Konversi dapat menjadi persoalan serius pada masa mendatang bila tidak dapat ditangani dengan baik. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk setiap tahun sementara luas wilayah yang cenderung tetap dapat meyebabkan meningkatnya nilai ekonomis akan lahan. Seiring dengan perkembangan ekonomi, tingkat kebutuhan akan semakin meningkat. Keterdesakan dalam pemenuhan kebutuhan yang terus meningkat menyebabkan masyarakat memikirkan strategi baru dalam pemenuhan kebutuhan. Salah satu daerah yang banyak mengalami konversi lahan, yaitu kota Bogor, khususnya daerah Puncak, Cisarua, jawa Barat. Kota Bogor merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang memiliki posisi strategis sebagai kawasan yang menghubungkan antara kota Jakarta dengan kota Bandung. Letaknya yang berada diantara 106°43’30”BT – 106°51’00”BT dan 30’30”LS – 6°41’00”LS serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter sampai 330 meter di atas permukaan laut menjadikan kota Bogor sebagai kota yang sejuk dengan suhu udara rata-rata 26 °C dan kelembaban udaranya kurang lebih 70%. Letaknya yang strategis serta ditunjang kondisi sumber daya alam yang cukup melimpah menjadikan kota Bogor berpotensi sebagai komoditas ekonomi. Kekayaan panorama alam yang indah yang tersebar di beberapa titik menjadikan Bogor sebagai salah satu kawasan tujuan para wisatawan, baik lokal maupun asing. Dari sejumlah data menunjukkan jumlah penduduk pada tahun 2006 mencapai orang atau meningkat sebesar 37% dibandingkan dengan tahun 2005 yang berjumlah orang. Sedangkan wisatawan asing pada tahun 2005 berjumlah orang dan untuk tahun 2006 berjumlah orang. Dengan demikian mengalami peningkatan sebesar persen. Pemda Bogor 2010. Kawasan Puncak yang berada di dataran tinggi Jawa Barat memiliki keragaman sumberdaya alam yang bernilai ekonomis sebagai kawasan wisata alam. Secara administratif wilayah Puncak merupakan bagian dari Kabupaten Bogor yang difungsikan sebagai kawasan konservasi untuk menjaga dan mempertahankan lahan hijau sebagai kawasan resapan air. Letak geografisnya yang berada di ketinggian 330 meter di atas permukaan laut memberi predikat penting sebagai penjaga stabilitas laju air yang mengalir dari hulu ke hilir yang bermuara di kawasan kota Jakarta yang posisinya lebih rendah dari kota Bogor. Perilaku pengembangan investasi berupa rumah singgah villa di kawasan Puncak sangat Antroposentris. Artinya, kepentingan ekonomi didahulukan untuk kebutuhan manusia sementara nilai dan etika lingkungan diabaikan. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab perubahan besar yang mampu menggeser suatu tatanan ekosistem serta fungsi alaminya. Akibatnya, berujung pada dampak-dampak negatif seperti bencana banjir dan kerusakan ekologi. Lahan memiliki pengertian yang hampir serupa dengan sebelumnya bahwa lahan adalah suatu daerah di permukaan bumi dengan sifat-sifat tertentu yang meliputi biosfer, atmosfer, tanah, lapisan geologi, hidrologi, populasi tanaman, dan hewan serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan sekarang, sampai pada tingkat tertentu dengan sifat-sifat tersebut mempunyai pengaruh yang berarti terhadap fungsi lahan oleh manusia pada masa sekarang dan masa yang akan datang Sitorus 2004. Jayadinata 1999 menggolongkan lahan dalam tiga kategori, yaitu 1 Nilai keuntungan, dihubungkan dengan tujuan ekonomi dan yang dapat dicapai dengan jual beli lahan di pasaran bebas. 2 Nilai kepentingan umum, yang dihubungkan dengan pengaturan untuk masyarakat umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat. 3 Nilai sosial, yang merupakan hal mendasar bagi kehidupan yang dinyatakan oleh penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan pelestarian, tradisi, kepercayaan, dan sebagainya. Aturan-aturan dalam penggunaan lahan dijalankan berdasarkan pada beberapa kategori antara lain kepuasan, kecenderungan dalam tata guna lahan, kesadaran akan tata guna lahan, kebutuhan orientasi dan pemanfaatan atau pengaturan estetika Munir 2008. Penggunaan lahan itu sendiri dibagi ke dalam dua kelompok utama, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan secara garis besar ke dalam macam penggunaan lahan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut, seperti penggunaan lahan tegalan, sawah, kebun kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alang-alang dan lain sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan atas penggunaan kota dan desa permukiman, industri, rekreasi, dan pertambangan Arsyad 1989. Namun, dalam rangka memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia yang terus berkembang dan untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi, pengelolaan sumberdaya lahan seringkali kurang bijaksana dan tidak mempertimbangkan aspek keberlanjutannya untuk jangka pendek sehingga kelestariannya semakin terancam.. Sebagai contoh yaitu berubahnya peruntukan fungsi lahan persawahan beririgasi menjadi lahan industri, dan fungsi hutan lindung menjadi lahan pemukiman. Contoh di atas adalah bentuk konversi lahan. Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda Wahyunto et al 2001. Barlowe 1986, berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pola penggunaan lahan adalah 1. faktor-faktor fisik dan biologis; serta 2. Faktor ekonomi dan institusi kelembagaan. Faktor fisik dan biologis mencakup keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuhan, hewan, dan kependudukan. Faktor ekonomi dicirikan oleh hukum pertanahan yang berlaku di masyarakat, sosial politik dan ekonomi masyarakat. Sedangkan, menurut Sihaloho 2004 konversi lahan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor pada aras makro yang meliputi perubahan industri, pertumbuhan pemukiman, pertumbuhan penduduk, intervensi pemerintah, dan kemiskinan ekonomi. Faktor pada aras mikro yang meliputi pola nafkah rumah tangga struktur ekonomi rumah tangga, kesejahteraan rumah tangga orientasi nilai ekonomi rumah tangga, dan strategi bertahan hidup rumah tangga. Berdasarkan fakta di lapangan, ada dua jenis proses konversi lahan sawah, yaitu konversi sawah yang langsung dilakukan oleh petani pemilik lahan dan yang dilakukan oleh bukan petani lewat proses penjualan. Sebagian besar konversi lahan sawah tidak dilakukan secara langsung oleh petani tetapi oleh pihak lain yaitu pembeli. Konversi yang dilakukan langsung oleh petani luasannya sangat kecil. Hampir 70 persen proses jual beli lahan sawah melibatkan pemerintah, yaitu ijin lokasi dan ijin pembebasan lahan. Masalah mengenai lahan ini dipicu oleh manusia dalam upayanya memenuhi kebutuhannya baik itu sandang, papan dan pangan. Teori Robert Malthus menyatakan bahwa “Pangan bertambah mengikuti deret hitung sedangkan jumlah manusia akan bertambah seiring dengan deret ukur”. Hal ini yang menjadi pemicu bagi manusia untuk memanfaatkan lahan ditambah lagi dengan bertambahnya ilmu seseorang akan memicu orang tersebut untuk berfikir bagaimana dapat memanfaatkan sumber daya alam ini sehingga menghasilkan sesuatu yang bernilai. Ketersediaan lahan pertanian di Indonesia semakin sempit terutama lahan sawah sehingga upaya peningkatan produksi padi untuk memenuhi kebutuhan pangan semakin bermasalah. Hasil sensus pertanian menunjukkan bahwa penyebab penyempitan lahan sawah di Jawa antara lain konversi lahan sawah menjadi lahan non pertanian terutama untuk pembangunan kawasan permukiman. Konversi lahan ini, terutama pulau Jawa sebagai gudang pangan nasional, menyebabkan gangguan yang serius dalam pengadaan pangan nasional. Konversi lahan sawah yang tidak terkendali juga akan menyebabkan penurunan kapasitas penyerapan tenaga kerja pertanian dan perdesaan serta hilangnya aset pertanian bernilai tinggi Irawan et al 2001. Konversi lahan merupakan masalah yang tidak pernah akan habisnya karena semua sumber daya yang tuhan berikan merupakan anugerah yang diberikan agar manusia mampu memanfaatkannya dengan baik, namun pada saat ini manusia terkendala akan lahan yang diketahui jumlah tetap. Penyebab Konversi Lahan dari Berbagai Aspek Pengembangan tempat singgah yang biasanya berbentuk villa semakin banyak dibangun di kawasan puncak. Villa-villa tersebut tidak hanya sebagai tempat peristirahatan pribadi tetapi juga dapat dikomersilkan. Persoalannya, gedung-gedung itu didirikan di kawasan hutan lindung dan daerah aliran sungai DAS. Padahal, kawasan itu merupakan daerah resapan air di kawasan Puncak Bogor. Akibatnya, muncul permasalahan berupa kerusakan lingkungan, seperti fenomena banjir kiriman yang melanda Jakarta beberapa tahun terakhir dan kerusakan ekologi lainnya. Kerusakan tersebut tidak hanya disebabkan oleh tata ruang kota Jakarta yang tidak rapi, tetapi juga dinilai sebagai akibat semakin terkikisnya sumber-sumber resapan air akibat alih fungsi lahan konservasi hutan di kawasan Puncak, Bogor. Konversi lahan resapan air di kawasan puncak nampaknya sudah menjadi fenomena yang lazim. Bila pada tahun 1980-an di sepanjang jalan menuju puncak terhampar luas berbagai perkebunan, kini di lahan yang sama telah banyak berdiri villa, restoran, atau perumahan. Konversi lahan resapan air di kawasan puncak nampaknya sudah menjadi bagian dari hukum permintaan dan penawaran. Ketersediaan lahan yang terbatas sementara permintaan terhadap lahan terus meningkat menuntut realokasi penggunaan lahan ke arah yang paling menguntungkan. Berbagai penelitian yang telah dilakukan, secara garis besar faktor penyebab konversi dapat dipilah menjadi dua, yaitu pada tingkat makro dan mikro. Dalam tataran makro, konversi lahan di kawasan puncak disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi sektor non-perkebunan yang pesat, implementasi undang-undang yang lemah, serta gaya hidup. Dalam skala mikro, alasan utama dilakukan konversi lahan adalah karena kebutuhan, lahannya berada dalam kawasan yang menarik, serta harga lahan yang relatif murah. Semua penyebab konversi itu akhirnya bermuara pada motif ekonomi, yaitu penggunaan lahan untuk peruntukan yang baaru dipandang lebih menguntungkan daripada digunakan untuk lahan perkebunan atau resapan air hujan. Dampak Negatif dari Konversi Lahan Secara teoritis, alih fungsi lahan dapat menimbulkan kerugian, terutama hilangnya daerah resapan air hujan serta hilangnya lahan produktif hasil perkebunan, disamping tidak menampik adanya manfaat ekonomi. Namun demikian, tidaklah mudah untuk membuat kalkulasi pasti dari manfaat dan kerugian akibat konversi ini, karena cukup banyak manfaat dan kerugian yang sulit diukur. Dampak negatif konversi lahan di kawasan puncak Bogor adalah hilangnya “peluang” memproduksi hasil perkebunan dilahan perkebunan yang terkonversi, diantaranya hilangnya produksi perkebunan dan nilainya. Selain itu, dampak yang bisa terjadi yaitu erosi tanah, yang tidak hanya berdampak terhadap daerah yang langsung terkena, tetapi juga daerah hilirnya, antara lain berupa pendangkalan dam-dam penyimpan cadangan air dan saluran irigasinya, pendangkalan sungai, dan pengendapan partikel-partikel tanah yang tererosi di daerah cekungan. Dengan demikian bukan saja lahan yang terkena dampak, tetapi juga kondisi sumber daya air menjadi buruk. Dampak lain yang sering kita rasakan pula ialah banjir, banjir disebabkan oleh berkurangnya daerah serapan air yang dikonversi oleh bangunan sehingga banyak menimbulkan bahaya bagi manusia karena dampak banjir pun mampu melumpuhkan roda perekonomian, hal itu pernah terjadi pada ibukota Jakarta pada tahun 2007. Banjir pun dapat disebabkan oleh tata perencanaan kota dan ruang serta banyak sampah yang menghalangi air sehingga aliran air sungai terhambat dan tidak dapat mengalir ke laut serta sistem drainase yang buruk dapat memicu terjadinya banjir. Konversi lahan pun memiliki dampak yang buruk terhadap produktivitas lahan karena produktivitas lahan dipengaruhi oleh luas lahan dan produk yang mampu di produksi pada lahan tersebut. Hal ini dikarenakan apabila suatu lahan pertanian telah dikonversi menjadi non pertanian maka lahan tersebut tidak dapat dimanfaatkan kembali sebagai lahan pertanian karena lahan setelah konversi akan menurunkan kesuburan dari lahan tersebut serta mengakibatkan kerusakan atau gangguan fungsi lahan pertanian. Dampak Positif dari Konversi Lahan Selain dampak negatif dari konversi lahan, terdapat dampak positif dari konversi lahan tersebut yakni terdapatnya lapangan pekerjaan untuk penduduk sekitar, sehingga para penduduk yang tidak memiliki pendapatan akan mendapatkan penghasilan. Kebutuhan sandang seperti pemukiman untuk penduduk bisa terpenuhi. Selain itu akses informasi publik dari akan lebih cepat diterima setelah adanya pembangunan. Konversi lahan menyebabkan lebih banyaknya investor yang datang dan memberikan dana untuk melakukan pembangunan di wilayah tersebut. Adanya konversi lahan ini akan berakibat wilayah tersebut akan lebih maju karena adanya pembangunan di wilayah tersebut. Upaya Pengendalian Konversi Lahan Sawah Berdasarkan fakta, upaya pencegahan konversi lahan sulit dilakukan, karena lahan merupakan private good yang legal untuk ditransaksikan. Oleh karena itu, upaya yang dapat dilakukan hanya bersifat pengendalian. Pengendalian yang dilakukan sebaiknya bertitik tolak dari faktor-faktor penyebab terjadinya konversi lahan sawah, yaitu faktor ekonomi, sosial, dan perangkat hukum. Namun hal tersebut hendaknya didukung oleh keakuratan pemetaan dan pendataan penggunaan lahan yang dilengkapi dengan teknologi yang memadai Suwarno, 1996. Pemberian izin mendirikan bangunan IMB merupakan salah satu upaya pencegahan konversi lahan, dimaksudkan untuk pembinaan agar orang atau badan yang bermaksud membangun dapat membangun sesuai ketentuan yang berlaku, pengaturan akan tata kelola bangunan, pengendalian agar menghindari laju pembangunan yang terlalu tinggi yang akan berdampak buruk bagi lingkungan serta, pengawasan atas kegiatan mendirikan bangunan oleh orang pribadi maupun institusi. Demikian penjelasan artikel diatas Konversi Lahan Adalah – Pengertian, Dampak, Alasan & Contohnya semoga dapat bermanfaat untuk pembaca setia konversilahan pertanian menjadi pemukiman dapat t GG. Geo G. 25 Maret 2022 05:42. Pertanyaan. konversi lahan pertanian menjadi pemukiman dapat terjadi karena. Mau dijawab kurang dari 3 menit? Coba roboguru plus! 8. 1. Jawaban terverifikasi. FS. penegakan hukum secara tegas harus diterapkan terhadap para perusak hutan ANTARA - Rehabilitasi hutan bakau di pesisir Pantai Gambesi, Kota Ternate, Maluku Utara, yang mengalami kerusakan parah, kini terus dilakukan dengan cara menanam ribuan bibit di hutan bakau seluas 20 hektare. Merehabilitasi kerusakan hutan bakau atau mangrove dengan cara seperti itu juga terlihat di sembilan kabupaten kota lain di provinsi kepulauan ini. Harapannya, 10 tahun ke depan sudah dapat tertangani semuanya, terutama hutan bakau yang menjadi pelindung permukiman warga masyarakat. Pemerintah daerah bersama instansi terkait serta berbagai elemen pencinta lingkungan dan masyarakat di Malut terus berkolaborasi menangani kerusakan hutan bakau di daerah ini sebagai wujud kepedulian menjaga kelestarian tanaman pantai multifungsi itu. Penyebab utama kerusakan hutan bakau di provinsi berpenduduk 1,4 juta jiwa ini adalah eksploitasi berlebihan yang dilakukan masyarakat untuk berbagai keperluan, seperti bahan bangunan rumah, pembuatan arang, kayu bakar, hingga material penopang pengerjaan bangunan bertingkat. Pengalihfungsian hutan menjadi permukiman, fasilitas umum, dan tempat usaha juga memberi kontribusi terhadap kerusakan hutan di Malut, seperti terlihat di Pantai Mangga Dua Kota Ternate, yang nyaris tidak menyisakan mangrove karena berubah menjadi area permukiman. Luas hutan bakau di provinsi yang terkenal dengan rempah ini tercatat ha, sebagian besar berada di Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera Barat, dan Kabupaten Halmahera Tengah. Akan tetapi, lebih dari 50 persen dari luas hutan itu mengalami kerusakan berat dan ringan. Kerusakan hutan bakau di Malut telah mengakibatkan berkurangnya keragaman jenis tanaman ini di sejumlah kabupaten/kota, misalnya, di Kota Ternate yang semula memiliki lebih dari 30 jenis, kini tinggal tersisa 15 jenis mangrove. Abrasi pantai yang mengancam permukiman masyarakat dan fasilitas umum di sejumlah wilayah pesisir dan pulau kecil di Malut, juga merupakan dampak dari kerusakan hutan mangrove di wilayah pesisir setempat karena salah satu fungsi tanaman ini mencegah abrasi. Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba dan seluruh bupati/wali kota di provinsi ini telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mencegah laju kerusakan hutan bakau, di antaranya larangan penebangan pohon ini untuk kebutuhan apa pun. Kebijakan larangan serupa juga diberlakukan terhadap pengalihfungsian hutan mangrove menjadi area permukiman dan tempat usaha. Selain itu, juga mewajibkan para pengusaha konstruksi tidak menggunakan kayu bakau dalam pengerjaan bangunan bertingkat atau konstruksi lainnya. Berdasarkan Peta Mangrove Nasional dari Kementerian Lingkungan Hidup, total luas lahan bakau di Indonesia tahun 2021 tercatat 3,36 juta ha atau 20 persen dari luas bakau di dunia, yang terdiri atas 2,6 juta ha dalam kawasan dan 702 ribu ha di luar kawasan atau mengalami penambahan luas 52 ribu ha dibandingkan tahun 2019 seluas 3,31 juta ha. Multifungsi Mangrove yang nama Latinnya Rhizophora ini memiliki multifungsi yang sangat penting, baik bagi kelestarian ekosistem pantai maupun kehidupan sosial ekonomi masyarakat, terutama yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Hutan bakau dapat mencegah abrasi pantai, menghalangi sedimentasi perairan laut akibat erosi dari daratan, hingga mengurangi dampak gelombang pasang terhadap permukiman masyarakat yang berada di bibir pantai saat terjadi cuaca buruk, air pasang, hingga tsunami. Hutan bakau juga menjadi habitat berbagai jenis biota laut, seperti udang, kepiting, kerang-kerangan, dan ikan. Bahkan untuk jenis ikan tertentu malah menjadikan kawasan mangrove sebagai tempat pemijahan. Selain itu, hutan bakau juga dimanfaatkan berbagai jenis burung, seperti bangau untuk bersarang dan bertelur. Fungsi lain mencegah polusi, bahkan mangrove memiliki kemampuan lebih besar dalam menyerap karbondioksida dan mengubahnya menjadi oksigen sehingga berkontribusi dalam mengurangi kerusakan lapisan ozon akibat emisi gas. Bagian dari tanaman bakau, terutama daun, kulit, dan akar menjadi bahan baku obat herbal. Masyarakat Malut sampai saat ini masih memanfaatkan tanaman pantai itu untuk pengobatan tradisional untuk mengobati berbagai jenis penyakit, seperti diare, kusta, flu, luka, bisul, mag, dan hipertensi. Banyaknya fungsi hutan mangrove itu, menurut pemerhati lingkungan di Malut Djafar Mustafa, harus disosialisasikan secara masif kepada masyarakat agar mereka ikut berkontribusi melestarikan bakau, minimal mereka tidak melakukan aktivitas yang dapat merusak hutan itu. Tokoh adat, agama, dan tokoh lain yang berpengaruh di masyarakat harus diberi peran besar dalam upaya menyosialisasikan fungsi mangrove karena masyarakat yang umumnya masih menganut paham feodal mematuhi apa yang disampaikan tokoh-tokoh seperti itu. Di sisi lain, penegakan hukum secara tegas harus diterapkan terhadap para perusak hutan mangrove . Akan tetapi penerapannya harus tetap bijak dan tidak boleh tebang pilih karena terkadang jika pelakunya masyarakat biasa diproses cepat, sedangkan jika orang penting cenderung didiamkan. Djafar Mustafa melihat perlunya mengupayakan konsep simbiosis mutualisme antara hutan mangrove dengan masyarakat. Di satu sisi, hutan mangrove terbebas dari perusakan dan di sisi lain masyarakat dapat menikmati manfaat dari keberadaan hutan bakau. Pengembangan hutan bakau menjadi objek wisata dengan memberi kewenangan penuh kepada masyarakat setempat sebagai pengelola, merupakan contoh dari konsep simbiosis mutualisme, seperti yang diterapkan di berbagai daerah di Pulau Jawa dan Sumatera. Kemudian, menjadikan hutan bakau sebagai tempat budi daya ikan atau kepiting juga merupakan penerapan konsep simbiosis mutualisme antara hutan bakau dengan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat akan selamanya menjaga hutan mangrove sebagai tempat mencari nafkah. Editor Achmad Zaenal MEditor Achmad Zaenal M COPYRIGHT © ANTARA 2023 Studikasus mengenai faktor yang mempengaruhi konversi lahan di tingkat petani di lakukan di Kecamatan Sepatan. Sebanyak enam puluh responden dalam penelitian ini merupakan petani pemilik lahan penggarap yang terdiri dari 55 responden merupakan petani yang menjual lahannya sedangkan 5 responden merupakan petani tidak menjual lahannya. Pengaruh Konversi Lahan terhadap Kondisi Lingkungan di Wilayah Peri-urban Kota Semarang Studi Kasus Area Berkembang Kecamatan GunungpatiPengaruh Konversi Lahan terhadap Kondisi Lingkungan di Wilayah Peri-urban Kota Semarang Studi Kasus Area Berkembang Kecamatan GunungpatiKeterbatasan fisik alam yang berbukit dan rawan bencana longsor membuat konversi lahan di areaberkembang Kecamatan Gunungpati menjadi perihal yang penting untuk ditinjau pengaruhnyaterhadap kondisi lingkungan. Padahal fungsi dari Kecamatan Gunungpati itu sendiri adalah sebagaikawasan konservasi dan daerah resapan air. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji bagaimanapengaruh perubahan guna lahan atau konversi lahan tersebut terhadap kondisi lingkungan lahan, air,dan udara di sana. Berdasarkan hasil penelitian, area berkembang Kecamatan Gunungpati mengalamikonversi lahan menjadi lahan terbangun sebesar 28,02 Ha, atau bertambah 39,5% dalam 11 tahunterakhir. Pengaruhnya terhadap lahan yaitu terjadinya longsor di permukiman warga. Berdasarkanhasil overlay peta kesesuaian lahan dengan lahan terbangun, sekitar 129 ha 24% lahan permukimanberada di kawasan penyangga. Konversi lahan tersebut juga berpengaruh pada berkurangnya daerahresapan air yang berakibat pada berkurangnya debit air baw...
Padawilayah pegunungan kapur, faktor lain yang mendorong pembangunan pemukiman tersebar adalah untuk mencari sumber air yang sangat jarang di wilayah ini. Pemukiman dengan pola tersebar ini di Indonesia dapat ditemukan di pemukiman di desa-desa pengunungan Kapur Utara di Jawa Timur dan Jawa Tengah, serta dataran tinggi Parahyangan di Jawa Barat.

area permukiman yang dibutuhkan juga semakin luas. Kondisi ini terjadi juga di negara-negara anggota ASEAN. Konversi lahan pertanian menjadi permukiman marak dilakukan di negara-negara ASEAN. Konversi lahan pertanian menjadi permukiman pasti akan menimbulkan dampak, sama seperti konversi lahan pertanian menjadi lahan industri. Biasanya, selalu berdampak negatif apabila dilihat dari sisi fungsi lahan pertanian itu sendiri. Adapun dampak negatifnya itu adalah sebagai berikut. 1 Luas lahan pertanian semakin berkurang sehingga produktivitas pangan semakin kecil. 2 Petani dan buruh tani kehilangan mata pencahariannya. 3 Hilangnya lahan ruang terbuka hijau RTH. 4 Berkurangnya lahan resapan air. Konversi lahan identik dengan perubahan kondisi ruang. Konversi lahan tidak dapat dicegah karena kebutuhan manusia akan ruang tidak dapat dihindari. Mencegah konversi lahan bisa jadi menghambat pembangunan suatu negara. Oleh karena itu, konversi lahan pertanian harus tetap terjadi. Meskipun demikian, kita harus mengawasi konversi lahan yang terjadi, jangan sampai mengganggu keseimbangan alam, ekosistem, dan kelangsungan hidup sebagian warga negara. Ringkasan • Letak astronomis negara-negara ASEAN adalah 28°LU-11°LS dan 93°BT- 141°BT. • Berdasarkan letak geografis, negara-negara ASEAN berada di antara dua samudra dan dua benua. • Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan jarak relatif antara dua negara semakin pendek. • Adanya kebutuhan untuk meningkatkan kebutuhan ekonomi menyebabkan terjadinya interaksi antarnegara terutama dalam hal perdagangan. • Konversi lahan pertanian menyebabkan perubahan ruang. • Setiap negara di Asia Tenggara memiliki karakteristik berbeda. • Kerja sama antarnegara dilakukan karena terdapat kebutuhan berbeda di setiap negara. • Kerja sama di berbagai bidang mengakibatkan adanya perubahan ruang dan interaksi atau aktivitas masyarakat ASEAN dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, dan pendidikan. Kerjakan di buku tugasmu! I. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat. 1. Negara yang berbentuk geografis protruded dan penduduknya mayoritas ras mongol yaitu . . . . a. Myanmar b. Thailand c. Laos d. vietnam 2. Negara yang terletak paling utara di ASEAN yaitu . . . . a. Thailand b. Myanmar c. Filipina d. Kamboja Latihan 3. Bentuk karakteristik budaya yang diakibatkan perbedaan iklim kawasan negara- negara ASEAN yaitu . . . . a. cara berpakaian b. cara berbicara c. upacara perkawinan d. pola makan 4. Akibat dari banyak negara-negara ASEAN yang dilewati jalur lipatan Sirkum Pasifik adalah . . . . a. sering terjadi banjir b. beriklim tropis c. banyak memiliki pantai d. sering terjadi gempa bumi 5. Negara anggota ASEAN yang kegiatan perekonomiannya tidak didukung oleh pertanian yaitu . . . . a. Indonesia b. Malaysia c. Singapura d. Laos 6. Manakah dari negara-negara ASEAN berikut yang memiliki iklim subtropis? a. Myanmar b. Laos c. Filipina d. Vietnam 7. Iklim yang terbentuk akibat letak negara-negara ASEAN di sekitar khatulistiwa dan diapiti daratan luas Asia dan Australia yaitu . . . . a. iklim tropis dan iklim musim b. iklim tropis dan iklim laut c. ilklim laut dan iklim hutan hujan d. iklim kemarau dan iklim musim penghujan 8. Kerja sama yang diadakan para menteri pada pertemuan Defence Ministers Meeting ADMM membahas bidang . . . . a. sosial b. pendidikan c. politik d. budaya 9. Berdasarkan keputusan Mahkamah Internasional, Pulau Ligitan dan Sipadan diberikan kepada negara . . . . a. Indonesia b. Singapura c. Filipina d. Malaysia 10. Nilai positif dari kasus pengungsi manusia perahu dari Myanmar yang menimbulkan interaksi antarnegara ASEAN antara lain . . . . a. bertambahnya warga asing b. memupuk rasa kemanusiaan c. meningkatkan persaingan kerja d. diskriminasi sosial pengungsi 11. Salah satu bentuk kerja sama negara-negara ASEAN di bidang pedidikan yaitu . . . . a. ASEAN Commission on the Promotion and Protection of the Rights of Women and Children b. ASEAN Council Teachers Convention c. ASEAN Tourism Agreement d. Defence Ministers Meeting 12. Salah satu kerja sama antarnegara ASEAN di bidang industri berikut ini adalah . . . . a. proyek industri tambang ASEAN Copper Fabrication Project di Filipina dengan Singapura b. proyek vaksin ASEAN Vaccine Project di Singapura dengan Kamboja c. proyek pupuk ASEAN Aceh Fertilizer Project di Indonesia dengan Malaysia d. proyek soda api Rock Salt Soda Ash Project di Thailand dengan Indonesia 13. Salah satu bentuk kerja sama di bidang politik antarnegara-negara ASEAN adalah . . . . a. membangun pupuk urea di Malaysia b. menanggulangi penyalahgunaan narkotika c. melaksanakan festival seni ASEAN d. membentuk Pusat Informasi Pariwisata 14. Faktor pendorong kerja sama antarnegara ASEAN yaitu . . . . a. kesamaan dan perbedaan ideologi b. kesamaan dan perbedaan sumber daya alam c. kesamaan dan perbedaan kondisi geografis 15. Bentuk kerja sama dalam bidang politik antara lain . . . . a. penyelenggaraan pesta dua tahun sekali SEA-Games b. menyediakan cadangan pangan untuk negara-negara ASEAN c. traktat Bantuan Hukum Timbal Balik di Bidang Pidana Treaty on Mutual Assistance in Criminal Matters/MLAT d. penandatanganan kesepakatan bersama ASEAN Tourism Agreement 16. Sungai yang dimanfaatkan sebagai sarana transportasi utama di Indonesia, yaitu . . . . a. Sungai Musi b. Sungai Barito c. Sungai Mahakam d. Sungai Bengawan Solo 17. Perhatikan contoh di bawah ini. 1 Penggunaan monorel kereta jurusan Bandung-Jakarta. 2 Kemacetan yang panjang di Johor, Malaysia. 3 Penggunaan hutan sebagai jalur Jalan Lintas Selatan JJLS di Jawa. 4 Pembangunan transportasi bawah tanah di Thailand. 5 Alih fungsi lahan dari pemukiman menjadi kawasan bandar udara. Manakah pernyataan yang menunjukkan dampak negatif dari interaksi antarnegara-negara ASEAN yang menimbulkan perubahan di bidang transportasi? a. 1, 2, dan 4. b. 1, 3, dan 5. c. 2, 3, dan 5. d. 3, 4, dan 5. 18. Nelayan ikan dengan skala besar yang beroperasi di kawasan Asia Tenggara memanfaatkan data cuaca, suhu, arah angin untuk mencari ikan di lautan. Fenomena ini berkaitan dengan faktor yang mempengarui interaksi antarruang, yaitu . . . . a. faktor geologi b. faktor ketersediaan sumber daya c. faktor iklim d. faktor teknologi 19. Perubahan sebagian atau seluruh fungsi lahan dari fungsi semula menjadi fungsi yang lain dan memengaruhi lingkungan dan potensi lahan itu sendiri disebut . . . . a. pergantian lahan b. penggunaan tanah 20. Dampak alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman, yaitu produktivitas pangan akan menjadi . . . . a. naik b. turun c. signifikan d. menguntungkan II. Esai 1. Sebutkan batas wilayah ASEAN berdasarkan letak geografisnya! 2. Berikan contoh bahwa iklim dapat memengaruhi perubahan ruang dan interaksi antarruang! 3. Bagaimana peran teknologi komunikasi dalam interaksi antarruang di negara- negara ASEAN? 4. Jelaskan mengapa negara Singapura lebih berfokus pada perdagangan dan industri! 5. Jelaskan alasan negara-negara Asia Tenggara perlu mengandalkan kerja sama ekonomi!

Makalahtentang wilayah pantai dan pesisir. BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Wilayah pesisir pada umumnya merupakan kawasan yang paling cepat mengalami perubahan dibandingkan dengan kawasan lainnya di Indonesia sebagai akibat tingkat kebutuhan pemanfaatan lahan yang sangat besar, seiring dengan peningkatan pesat aktivitas-aktivitas

JawabanKonversi lahan pertanian sering terjadi di negara-negara ASEAN dengan laju pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi, seperti Indonesia, Malaysia, Thayland, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Filipina. Konversi biasanya terjadi di daerah pinggiran kota atau daerah persawahan yang dekat dengan fasilitas menjadi kebutuhan pokok manusia, semakin banyak jumlah manusia, maka areal pemukiman yang dibutuhkan juga semakin faktor utama penyebab terjadinya perubahan sistem konfersi lahan pertanian menjadi tempat permukiman dikarenakan banyaknya warga yang semakin bertambah dan berjumlah sangat banyak setiap tahunnya maka dari itu perlu untuk mengubah lahan pertanian untuk dijadikan tempat tinggal warga disekitarnya dan juga jumlah warga negara yang begitu pesat penduduknya tidak diketahui berapa jumlah nya dan pemerintah mengajukan untuk membuat perumahan/permukiman disekitar meningkatnya jumlah penduduk berarti jumlah kebutuhan menjadi lebih besar, salah satunya kebutuhan pada lahan. Mengingat sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian dalam bidang pertanian, maka semakin sempitlah lahan garapan karena telah dikonversi menjadi lahan permukiman, jalan, industri dan lainnya. Konversi lahan pada dasarnya merupakan hal yang wajar terjadi, namun pada kenyataannya konversi lahan menjadi masalah karena terjadi di atas lahan pertanian yang masih produktif dan ketersediaannya yang terbatas. Proses terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian disebabkan oleh beberapa faktor meliputi faktor eksternal adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi, faktor internal kondisi sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan, dan faktor kebijakan aspek regulasi yang dikeluarkan pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Dampak konversi lahan sawah antara lain menurunkan produksi padi nasional, kerugian akibat investasi dana untuk mencetak sawah, membangun waduk dan sistem irigasi. Dampak lainnya adalah menurunnya kesempatan kerja dalam bidang pertanian dan degradasi lingkungan. Upaya pencegahan konversi lahan sawah yang dapat dilakukan hanya bersifat pengendalian yang bertitik tolak dari faktor-faktor penyebab terjadinya konversi lahan sawah, yaitu faktor ekonomi, sosial, dan perangkat hukum. Selain itu, hendaknya didukung oleh keakuratan pemetaan dan pendataan penggunaan lahan yang dilengkapi dengan teknologi yang adalah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertuliskonvensi /konvĂŠnsi/ n 1 permufakatan atau kesepakatan terutama mengenai adat, tradisi, dsb berdasarkan - , sudah sewajarnya pria melindungi wanita; 2 perjanjian antarnegara, para penguasa pemerintahan, dsb - Hukum Laut telah disetujui oleh negara sedang berkembang; 3konferensi tokoh masyarakat atau partai politik dng tujuan khusus memilih calon untuk pemilihan anggota DPR dsb.

Parabulu tangkis kunci emas kedua di ASEAN Para Games 2022. 3 Agustus 2022 20:08. umumnya wilayah lain di NTT juga mengalami HTH lebih dari 31 hari dengan status waspada kekeringan. juga dapat meningkatkan potensi kemudahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang bisa meluas dengan cepat saat terjadi angin kencang yang bersifat kering. Pengaruh Konversi Lahan Pertanian ke Industri dan Pemukiman terhadap Perubahan Ruang dan Interaksi Antarruang – Pernahkah kalian mendengar negara Singapura melakukan reklamasi untuk memperluas daratan? Reklamasi adalah alih fungsi lahan pantai menjadi daratan. Reklamasi tersebut disebut salah satu bentuk alih fungsi lahan yang disebut konversi lahan. Biasanya, mengubah area pertanian menjadi area dengan kegunaan lain, misalnya menjadi permukiman atau industri. Konversi lahan menjadi fenomena yang sering dijumpai di negara-negara ASEAN. Konversi lahan pertanian sering terjadi di negara-negara ASEAN dengan laju pertumbuhan penduduk relatif tinggi, seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Filipina. Konversi terjadi terutama di daerah pinggiran kota ataupun area persawahan yang letaknya berdekatan dengan fasilitas umum, seperti di dekat pasar. Konversi lahan pertanian bersifat menular, artinya ketika satu petak lahan telah dikonversi, lahan pertanian di sekitar petak tersebut juga rawan dikonversi. Hal ini berpengaruh terhadap kelangsungan kehidupan masyarakat di daerah tersebut. Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri Konversi lahan pertanian menjadi lahan industri banyak terjadi di negara-negara sedang berkembang, seperti negara-negara ASEAN. Konversi lahan pertanian menjadi lahan industri banyak terjadi di pinggir kota. Biasanya, pemilik perusahaan mendirikan industri di sana karena beberapa alasan, di antaranya sebagai berikut. Pembangunan industri lebih memilih lahan yang strategis. Sebagian besar lahan strategis tersebut merupakan lahan lahan pertanian relatif lebih murah dibandingkan dengan lahan industri memilih akses yang lebih dibangun dekat dengan bahan baku lahan pertanian menjadi pilihan yang sosial dan budaya hukum waris. Konversi lahan pertanian menjadi industri mengakibatkan petani “terusir” dari tanah mereka digantikan oleh uang. Awalnya, petani di pedesaan mempunyai tanah, namun kemudian mereka menjadi petani gurem dan tak bertanah. Kondisi ini memengaruhi sistem sosial dan budaya hukum waris yang berorientasi pada nilai uang. Anak-anak petani tidak lagi diwarisi lahan pertanian, tetapi diganti dengan pembagian uang hasil penjualan lahan lahan dalam pembangunan industri memerlukan perhatian beberapa negara industri. Pasalnya, tidak semua industri yang akan atau sudah dibangun berada di lahan yang tepat dan tidak menempati lahan produktif seperti lahan pertanian. Berbagai masalah akan timbul akibat konversi lahan dari lahan pertanian menjadi industri, antara lain Lahan pertanian berkurang, yang membuat produktivitas pangan dari pertanian pertanian sekitar industri berpotensi terkena imbas pencemaran akibat limbah atau polusi dari industri baik tanah, air, maupun lahan itu menular, yang mengancam ketersediaan lahan Konversi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Permukiman Permukiman menjadi kebutuhan pokok manusia. Semakin banyak jumlah manusia, area permukiman yang dibutuhkan juga semakin luas. Kondisi ini terjadi juga di negara-negara anggota ASEAN. Konversi lahan pertanian menjadi permukiman marak dilakukan di negara-negara ASEAN. Konversi lahan pertanian menjadi permukiman pasti akan menimbulkan dampak, sama seperti konversi lahan pertanian menjadi lahan industri. Biasanya, selalu berdampak negatif apabila dilihat dari sisi fungsi lahan pertanian itu sendiri. Adapun dampak negatif dari Konversi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Permukiman adalah sebagai berikut. Luas lahan pertanian semakin berkurang sehingga produktivitas pangan semakin dan buruh tani kehilangan mata lahan ruang terbuka hijau RTH.Berkurangnya lahan resapan air. Konversi lahan identik dengan perubahan kondisi ruang. Konversi lahan tidak dapat dicegah karena kebutuhan manusia akan ruang tidak dapat dihindari. Mencegah konversi lahan bisa jadi menghambat pembangunan suatu negara. Oleh karena itu, konversi lahan pertanian harus tetap terjadi. Meskipun demikian, kita harus mengawasi konversi lahan yang terjadi, jangan sampai mengganggu keseimbangan alam, ekosistem, dan kelangsungan hidup sebagian warga negara. Video Pembelajaran Pengaruh Konversi Lahan Pertanian ke Industri dan Pemukiman terhadap Perubahan Ruang Berikut ini adalah video pembelajaran yang bisa kalian gunakan untuk melengkapi pengalaman belajar dan menambah wawasan IPS. Latihan Soal Evaluasi Pembelajaran Setelah membaca dan menonton bahan ajar online di atas silakan kerjakan asesmen pembelajaran IPS berikut ini. Demikianlah bahan ajar online materi Pengaruh Konversi Lahan Pertanian ke Industri dan Pemukiman terhadap Perubahan Ruang yang bisa kami sajikan. Semoga bermanfaat untuk Anda semua

Untukmengetahui kegiatan dominan di masing-masing pusat pertumbuhan dalam SWP Bandung secara lokal di wilayah KBU, maka diperlukan suatu analisis pergerakan orang dalam sistem transportasi. Elemen-elemen sistem transportasi yang terkait dalam penetapan zona perkotaan dan perumahan, meliputi:

ArticlePDF AvailableAbstractKeterbatasan fisik alam yang berbukit dan rawan bencana longsor membuat konversi lahan di areaberkembang Kecamatan Gunungpati menjadi perihal yang penting untuk ditinjau pengaruhnyaterhadap kondisi lingkungan. Padahal fungsi dari Kecamatan Gunungpati itu sendiri adalah sebagaikawasan konservasi dan daerah resapan air. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji bagaimanapengaruh perubahan guna lahan atau konversi lahan tersebut terhadap kondisi lingkungan lahan, air,dan udara di sana. Berdasarkan hasil penelitian, area berkembang Kecamatan Gunungpati mengalamikonversi lahan menjadi lahan terbangun sebesar 28,02 Ha, atau bertambah 39,5% dalam 11 tahunterakhir. Pengaruhnya terhadap lahan yaitu terjadinya longsor di permukiman warga. Berdasarkanhasil overlay peta kesesuaian lahan dengan lahan terbangun, sekitar 129 ha 24% lahan permukimanberada di kawasan penyangga. Konversi lahan tersebut juga berpengaruh pada berkurangnya daerahresapan air yang berakibat pada berkurangnya debit air bawah tanah, yaitu dari 36 warga yangmemiliki sumur, 22 warga mengatakan bahwa permukaan air sumur mereka mengalami itu, berkurangnya daerah resapan air berarti juga terjadi peningkatan debit air permukaan. Danperkiraan kenaikan air larian sebesar 37,5% dari m3/hari-hujan. Oleh karena itu,pembangunan nantinya harus mengutamakan aspek kesesuaian lahan dan daya dukung lingkunganuntuk keberlanjutan lingkungan binaan maupun lingkungan kunci perkembangan pembangunan, konversi lahan, pengaruh terhadap lingkungan Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeAuthor contentAll content in this area was uploaded by Iwan Rudiarto on Jun 02, 2017 Content may be subject to copyright. © 2014 Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota© 2014Biro Penerbit Planologi UndipVolume 10 2 115-126 Juni 2014Pengaruh Konversi Lahan terhadap Kondisi Lingkungan diWilayah Peri-urban Kota Semarang Studi Kasus AreaBerkembang Kecamatan GunungpatiNurma Kumala Dewi1, Iwan Rudiarto2Diterima 2 Januari 2014Disetujui 16 Januari 20141Mahasiswa Magister Pembangunan Wilayah dan Kota, Undip, Semarang, Jawa Tengah2Dosen Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Undip, Semarang, Jawa TengahKontak Penulis nurmakumala geographical limitations such as mountainous land and prone to landslide disaster makes landconversion become an important issues to be review including its impact on the environment. Thepurpose of this study is to examine how the effects of land conversion to the environmental conditionsnamely land, water, and air in there. Based on the research results, growing area of Gunungpati Sub-district experienced land conversion towards build up area at hectares, or increase in thelast 11 years. The land conversion issue encourages the emergence of landslides in the settlement andresidential area. Based on the overlay results of land suitability with built up landmap, about 129 ha24% of residential land located in the preservation area, that is creating landslide in land conversion also affects to the reduction in water catchment areas resulting so that itreduce groundwater discharge, 22 of the 36 residents who have wells, said that their ground watersurface is decreasing. In addition, the reduction in water catchment areas also means that there is anincrease in run-off water. And estimate the increase in run-off water by from 186, m3/daysof rain. Therefore, the development should based on land suitability and carrying capacity to create asustainable physic and geographical building developments, land conversion, environmental effectABSTRAKKeterbatasan fisik alam yang berbukit dan rawan bencana longsor membuat konversi lahan di areaberkembang Kecamatan Gunungpati menjadi perihal yang penting untuk ditinjau pengaruhnyaterhadap kondisi lingkungan. Padahal fungsi dari Kecamatan Gunungpati itu sendiri adalah sebagaikawasan konservasi dan daerah resapan air. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji bagaimanapengaruh perubahan guna lahan atau konversi lahan tersebut terhadap kondisi lingkungan lahan, air,dan udara di sana. Berdasarkan hasil penelitian, area berkembang Kecamatan Gunungpati mengalamikonversi lahan menjadi lahan terbangun sebesar 28,02 Ha, atau bertambah 39,5% dalam 11 tahunterakhir. Pengaruhnya terhadap lahan yaitu terjadinya longsor di permukiman warga. Berdasarkanhasil overlay peta kesesuaian lahan dengan lahan terbangun, sekitar 129 ha 24% lahan permukimanberada di kawasan penyangga. Konversi lahan tersebut juga berpengaruh pada berkurangnya daerahresapan air yang berakibat pada berkurangnya debit air bawah tanah, yaitu dari 36 warga yangmemiliki sumur, 22 warga mengatakan bahwa permukaan air sumur mereka mengalami itu, berkurangnya daerah resapan air berarti juga terjadi peningkatan debit air permukaan. Danperkiraan kenaikan air larian sebesar 37,5% dari m3/hari-hujan. Oleh karena itu,pembangunan nantinya harus mengutamakan aspek kesesuaian lahan dan daya dukung lingkunganuntuk keberlanjutan lingkungan binaan maupun lingkungan kunci perkembangan pembangunan, konversi lahan, pengaruh terhadap lingkungan Dewi Pengaruh Konversi Lahan terhadap Kondisi Lingkungan JPWK 10 2PENDAHULUANPembangunan merupakan akibat dari adanya peningkatan kebutuhan manusia. Kebutuhanmanusia akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhanpenduduk yang cukup pesat biasa terjadi di kota-kota besar, yang tidak hanya terjadi karenanatalitas penduduk asli, tetapi juga karena arus urbanisasi. Pertumbuhan penduduk tersebutmenyebabkan kebutuhan akan tempat tinggal dan segala fasilitas pendukungnya. Hal ini akanberdampak pada kebutuhan lahan yang digunakan untuk membangun ruang terbangun untukmewadahi aktivitas lahan terbuka yang sangat terbatas di pusat kota menyebabkan arahperkembangan pembangunan menjadi ke arah pinggiran kota. Area pinggiran kota atau yangbiasa disebut wilayah peri-urban WPU biasanya masih banyak terdapat lahan pertanian danmasih menyerupai area pedesaan. Oleh karena itu, konversi lahan di area pinggiran kota lebihbiasanya cenderung pada konversi lahan pertanian. Apalagi selama ini lahan pertanianmempunyai nilai lahan yang rendah dibanding peruntukan lahan lain non pertanian,akibatnya lahan pertanian secara terus menerus akan mengalami konversi lahan kenonpertanian. Padahal jika dilihat dari fungsinya, lahan pertanian sawah tidak hanya sekedarmempunyai nilai ekonomi sebagai penyangga kebutuhan pangan, tetapi juga berfungsi ekologiyaitu mengatur tata air, penyerapan karbon di udara dan sebagainya Hariyanto, 2010.Wilayah pinggiran Kota Semarang yang mulai menjadi arah perkembangan Kota Semarangadalah Kecamatan Gunungpati. Kecamatan Gunungpati terletak di bagian selatan KotaSemarang yang termasuk daerah perbukitan. Dalam RDTRK Kota Semarang disebutkan bahwapermasalahan pemanfaatan lahan yang perlu diperhatikan di BWK VIII Gunungpati adalahmasalah konversi lahan, yaitu perubahan dari lahan pertanian atau non terbangun menjadilahan terbangun, serta permasalahan kerusakan lingkungan. Perubahan penggunaan lahandari pertanian non terbangun ke lahan terbangun tersebut dapat mengganggu fungsi BWKVIII Kecamatan Gunungpati sebagai kawasan resapan air tanah dan kawasan penghasil produk-produk berkembangnya Kota Semarang, area pinggiran yang masih banyak terdapat lahankosong biasanya menjadi area yang dituju untuk mengembangkan aktivitas di bidang nonpertanian, yaitu perumahan, perdagangan jasa, industri, dll. Perkembangan kecamatanGunungpati dapat dikatakan tidak merata. Area yang termasuk pesat perkembangannya terjadipada area dekat pusat kota, kawasan pendidikan, dan di sepanjang jalur arteri yang merupakanpintu masuk ke kecamatan tersebut Dewi, 2012. Kecamatan Gunungpati merupakan bagianKota Semarang yang lokasinya tidak jauh dari pusat kota. Namun, perkembangan KecamatanGunungpati tidak secepat kawasan pinggiran lain seperti Kecamatan Genuk, KecamatanPedurungan, Kecamatan Semarang Barat, Kecamatan Tembalang, dan KecamatanBanyumanik. Kecamatan Gunungpati ini seolah dibatasi oleh kondisi bentukan alam denganmorfologinya yang berbukit-bukit dan kelerengan yang curam. Oleh karena itu, jikadibandingkan dengan kecamatan lain di pinggiran Kota Semarang tadi, Kecamatan Gunungpatimempunyai kawasan terbangun yang masih tergolong begitu, pembangunan yang terjadi di Kecamatan Gunungpati seakan sudahmengalami beberapa “teguran”. Hal ini karena adanya beberapa kerusakan lingkungan akibatkonversi lahan mejadi lahan terbangun, yakni seperti longsor pada area perumahan, kerusakanjalan, meluapnya air pada saluran drainase karena tersumbat sampah dan penutupan salurandrainase, dan sebagainya. Adanya kerusakan lingkungan tersebut merupakan akumulasi dari JPWK 10 2 Dewi Pengaruh Konversi Lahan terhadap Kondisi Lingkungankekeliruan pemanfaatan lahan. Alam terus bekerja dan biasanya dampaknya terjadi denganjangka waktu yang panjang, karena itulah pembangunan yang dilakukan jarang mementingkanfaktor alam karena tidak berdampak langsung. Akan tetapi, jika dibiarkan terus-menerus makakerusakan lingkungan akan bertambah besar yang dapat menimbulkan bencana alam. Dariuraian di atas, maka pertanyaan Penelitian ini adalah, “Bagaimanakah pengaruh konversi lahanakibat perkembangan pembangunan pada area berkembang Kecamatan Gunungpati terhadapkondisi lingkungan di sana?”METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Teknik yang digunakan dalam pengumpulandata adalah dengan observasi lapangan, kuesioner, dan survey instansi. Kuesioner digunakanuntuk mengetahui persepsi, pandangan, atau pendapat penduduk tentang kondisi lingkunganbaik lingkungan alam, binaan, maupun lingkungan sosial yang tidak dapat diketahui peneliti jikahanya melalui observasi lapangan saja. Kuesioner dibagikan kepada 69 responden dengankontrol kriteria yaitu responden yang sudah tinggal minimal 5 tahun sehingga mengetahuibagaimana perubahan atau pengaruh konversi lahan di lingkungan tempat tinggalnya. Surveyinstansi dilakukan untuk mendapatkan informasi data demografi, dan analisis yang digunakan adalah analisis spasial dan analisis deskriptif kuantitatif, dananalisis deskriptif kualitatif. Data spasial yang diperoleh diolah menggunakan softwarepengolahan data spasial SIG seperti Arcview dan ArcGIS, yaitu untuk menggambarkanperubahan konversi lahan non-terbangun menjadi lahan terbangun, peta kondisi geologis, dansebagainya. Dan data kuantitatif yang dioleh menggunakan excel seperti hasil kuesioner dantabel informasi dari hasil UMUMGunungpati merupakan kecamatan yang masih didominasi oleh lahan terbuka, letaknya dibagian selatan Kota Semarang. Menurut Perda RTRW Kota Semarang Tahun 2011,Kecamatan Gunungpati mempunyai fungsi utama sebagai kawasan pertanian dan daerahresapan air. Dalam perkembangannya, kecamatan ini mulai menjadi arah perkembanganpembangunan permukiman. Wilayah perkembangan pesat di Kecamatan Gunungpati adalahpada area yang dekat dengan pusat kota dan pada kawasan pendidikan perguruan tingginegeri UNNES. Area berkembang tersebut merupakan ruang lingkup dalam penelitian inimeliputi 4 kelurahan yakni Kelurahan Sadeng, Kelurahan Sukorejo, Kelurahan Sekaran, danKelurahan Patemon. Hampir seluruh kelurahan di wilayah penelitian merupakan wilayahdengan zonarawan bencana yakni gerakan tanah, longsor, dan sesar aktif. Topografinyacenderung miring hingga curam yaitu >15%. Oleh karena itu tidak jarang ditemui kerusakan jalandan sarana yang dibangun, juga rumah-rumah warga yang retak bahkan terkena lahan di Kecamatan Gunungpati terus berkembang dengan adanyaperkembangan Kota Semarang dan keberadaan kampus Universitas Negeri SemarangUNNES di Kecamatan Gunungpati. Perkembangan tersebut mempengaruhi perubahan gunalahan dari yang semula merupakan lahan non-terbangun menjadi lahan terbangun. Berikutgambaran pemanfaatan lahan di Kecamatan Gunungpati sebagai wilayah peri-urban, yaituperkembangan pada area yang dekat dengan pusat kota dan kawasan pendidikan. Dewi Pengaruh Konversi Lahan terhadap Kondisi Lingkungan JPWK 10 2Sumber RDTRK Kota Semarang dan Citra Google earth yang diolah, 2013GAMBAR 1PETA DELINIASI AREA BERKEMBANG KECAMATAN GUNUNGPATIKonversi lahan yang terjadi di wilayah penelitian adalah dari lahan non-terbangun menjadilahan untuk permukiman dan fasilitas penunjang kampus UNNES, bukan industri besar yangbiasanya didirikan di pinggiran kota. Jenis konversi tersebut yakni pembangunan perumahan,pembangunan rumah-rumah yang secara mandiri dan sporadis, serta pengeprasan bukit untukmembuat kavling menjadi rata tidak berbukit.TEORI KONVERSI LAHAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP LINGKUNGANKonversi LahanKonversi lahan sama artinya dengan alih fungsi lahan atau perubahan lahan, yaitu mempunyaiarti perubahan penggunaan lahan dari suatu fungsi ke fungsi lainnya. Konversi lahansebenarnya diperlukan untuk melakukan aktivitas pembangunan yang nantinya juga untukkeperluan manusia. Menurut Wahyunto 2001 dalam Mustopa 2011, perubahan penggunaanlahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadikarena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makinmeningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutukehidupan yang lebih baik. JPWK 10 2 Dewi Pengaruh Konversi Lahan terhadap Kondisi LingkunganDampak Konversi Lahan di Wilayah Peri-urbanPerembangan konversi lahan dewasa ini terjadi pada wilayah peri-urban WPU karena sudahpadatnya lahan di pusat kota dan masih banyaknya ruang lahan terbuka di WPU tidak hanya mengalami perubahan atau transformasi fisik dan sosialekonomi, tetapi juga mempunyai dampak terhadap lingkungannya. Yunus 2008 melihatdampak lingkungan yang terjadi di Wilayah Peri-urban yang gejalanya mencolok saja terkaitlingkungan biotik, lingkungan abiotik, dan lingkungan sosio kultural. Menurut Jayadinata1999, dampak Lingkungan terjadi karena aktivitas atau perbuatan manusia yang kelirusehingga mempengaruhi kondisi lingkungan atau ekologi. Ekologi menurut Jayadinata meliputidaratan, laut, dan udara. Dimana ekologi di daratan lebih ditekankan pada tanah, air, ini akan diuraikan mengenai dampak lingkungan abiotik yaitu adanya gejala terjadinyadegradasi lingkungan menurut Yunus 2008. Penurunan kualitas lingkungan abiotik yangbiasanya terjadi karena kegiatan manusia yang semakin intensif dan tidak terarah yangtercemin dalam wacana transformasi spasial di WPU, yaitu terjadinya gejala penurunankualitas lingkungan abiotik yang diakibatkanoleh polusi udara, tanah, air, dan kerusakan kualitas lingkungan abiotik yang diakibatkan oleh polusi udara misalnya yaitu polusiyang berasal dari kegiatan permukiman, transportasi, dan industri-industri. Penurunan kualitaslingkungan akibat polusi tanah terjadi karena adanya permasalahan tentang merupakan sumber kotoran dan bau yang tidak sedap dapar menjangkau jarak yangcukup jauh. Oleh karena itu, sangat wajar jika penduduk di suatu tempat tidak setuju jika didekat tempat tinggal mereka dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah. Hal ini nantinyajuga akan mempunyai potensi munculnya gejolak sosial. Untuk kota yang WPU nya masihdidominasi lahan terbuka, penentuan tempat pembuangan sampah tidak banyak mengalamikendala besar. Kondisi sebaliknya akan dialami oleh WPU yang mempunyai sistem jaringanpermukiman yang cukup kualitas lingkungan akibat pencemaran air terjadi tergantung dari aktivitas yangterjadi di kota terdekat. Pencemaran air dapat digolongkan menjadi 2, yaitu pencemaran airpermukaan dan air bawah tanah. Pencemaran air permukaan berasal dari kegiatan rumahtangga sehari-hari. Sebenarnya volume pencemaran masing-masing kegiatan tersebut tidakbanyak, namun karena sumber pencemarannya atau rumah tangganya banyak, maka akibatkumulatif yang timbul menjadi besar. Gejala ini dialami hampir di semua kota di negaraberkembang. Oleh karena sistem pembuangan limbah cair disalurkan melalui jaringan salurandan bermuara ke sungai, dapat dipastikan kualitas air sungai sangat buruk. Selain pencemaran,dampak yang terkait air adalah meningkatnya air larian akibat aktivitas konversi lahan menjadilahan kualitas akibat kerusakan lahan yaitu adanya peningkatan kebutuhan bahanbangunan yang sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatannya. Usahapembuatan bahan bangunan banyak dilakukan di WPU. Beberapa bahan bangunan diambil daritanah dan digalii pada lahan miliknya. Di beberapa tempat, pembuatan batu bata dan gentengmembuat kerusakan lahan dengan membuat lubang-lubang cukup banyak yangmengakibatkan kolam-kolam air pada musim penghujan. Hal ini terkait dengan kelancaran airyang melewati yang dikemukakan oleh Bintarto 1984 dalam Khadiyanto 2005, permasalahan yangbersifat fisik akan bersangkut paut dengan masalah sosial ekonomi. Dampak terhadap Dewi Pengaruh Konversi Lahan terhadap Kondisi Lingkungan JPWK 10 2lingkungan sosial ekonomi dan kultural yaitu seperti penurunan kualitas lingkunganpermukiman, gejala dekohesivitas sosial, pendesakan petani ke arah yang lebih jauh lagi, gejaladiversifikasi mata pencaharian, gejala alih mata pencaharian, penurunan jumlah petani, danperubahan gaya hidup Yunus, 2008.Kenaikan Air Larian run-off waterKenaikan air larian ini merupakan dampak yang disebabkan oleh perubahan tataguna lahan,yaitu dari lahan yang dapat menyerap air menjadi lahan yang sedikit menyerap air bahkankedap air massive. Besarnya air larian menurut Chow 1964 dalam Soemarwoto 2001Q = C IA m3/hari-hujan dengan, Q = air larian m3/hari-hujanC = koefisien air larianI = itensitas hujan m/hari-hujanA = luas seluruh daerah pembangunan m2Dengan demikian sebagai contoh dampak perubahan tataguna lahan hutan menjadi pertanianterhadap air larian yaitu Q = Cp – Ch I. Y m3/hari-hujan, dengan Cp = koefisien air larianpertanian; Ch = koefisien air larian hutan dan Y = luas hutan yang berubah menjadi Perkembangan Perubahan Guna LahanDari luas wilayah penelitian yaitu sekitar Ha, total luas penggunaan lahan terbangunhingga tahun 2012 adalah sekitar 169,96 Ha. Terjadi penambahan luas bangunan sebesar 28,02Ha, atau bertambah luas sebesar 39,5% dalam kurun waktu 11 tahun. Kenaikan tersebuttergolong cukup besar di lingkungan wilayah Hasil Analisis, 2013GAMBAR 2GRAFIK PERKEMBANGAN LUAS BANGUNANPerkembangan bangunan di wilayah penelitian terdiri dari bangunan personil peroranganmaupun developer pengembang perumahan. Perkembangan bangunan di wilayah yangberbukit ini menjadi relatif berkembang karena konstelasi wilayah yang cukup strategis yaitudekat dengan pusat kota, dekat dengan kawasan industri, serta masih banyaknya lahan non -terbangun yang bisa membuat wilayah dilihat berpeluang sebagai tempat perkembanganpemukiman. JPWK 10 2 Dewi Pengaruh Konversi Lahan terhadap Kondisi LingkunganAnalisis Kondisi Fisik Alam dan Kesesuaian LahanKesesuaian lahan di wilayah penelitian menjadi sangat diperhitungkan melihat kondisi bentangalamnya yang berbukit dan beberapa merupakan tanah gerak. Jenis tanah di wilayah penelitianterdiri atas Mediteran Coklat Tua dan Latosol Coklat Kemerahan. Jenis tanah tersebutmempunyai daya dukung yang baik dari tingkat erosifitasnya, yaitu tergolong jenis tanah yangkurang peka terhadap erosi. Topografi atau kelerengan menurut Peta dari Bappeda KotaSemarang, area berkembang Kecamatan Gunungpati sebagian besar berada padakelerengan>15 %, dimana menurut Van Zuidam 1985 dalam Djauhari 2006 kelas lerengtersebut tergolong dalam kategori miring hingga agak curam. Untuk itensitas curah hujannyahampir sama yaitu sekitar 27,7-34,8 mm/hari, yang menurut BMKG termasuk dalam hasil tumpang susun overlay peta kesesuaian lahan dengan peta lahan terbangun, dapatdiketahui bahwa sebagian lahan permukiman berada pada kawasan penyangga. Padahalseharusnya kawasan penyangga tidak boleh difungsikan untuk lahan terbangun karenakemampuan lahannya tidak mendukung untuk terjadinya aktivitas permukiman di hasil overlay antara kesesuaian lahan dengan penggunaan lahan permukimaneksisting, dari penggunaan lahan terbangun/permukiman seluas 534 ha, 129 ha berada dikawasan penyangga. Ini berarti ada sekitar 129 ha atau sekitar 24% lahan untuk permukimanyang tidak sesuai dengan kemampuan lahan di wilayah itu, di wilayah studi juga terdapat gerakan tanah dan rawan longsor. Ada beberapaperumahan dan kavling baru yang berada di kawasan rawan gerakan tanah tinggi. Hal initerjadi di Kelurahan Sadeng, Sukorejo dan Sekaran yang merupakan Kelurahan strategis karenadekat dengan pusat kegiatan yaitu kawasan perkotaan dan kawasan pendidikan. Padahal,gerakan tanah juga dapat memicu adanya bahaya longsor. Terdapat juga beberapa kantongpermukiman eksisting yang berada di kawasan rawan longsor itensitas tinggi. Sebagaikonsekuensinya, beberapa rumah terkena longsor, seperti pada Gambar 3 di bawah bencana longsor tinggi terdapat di sebagian Kelurahan Sadeng, Sukorejo, dan ini terbukti adanya permukiman yang terkena longsor di ketiga keluarahan tersebut. Danpermukiman yang terkena longsor tersebut merupakan permukiman yang dibangun olehpengembang Pengaruh Perubahan Guna Lahan terhadap Lingkungan Fisik1. Pengaruh terhadap LahanDi area berkembang Kecamatan Gunungpati, permasalahan lingkungan terkait tanah ataulahan disini lebih kepada kerusakan lahan. Kerusakan lahan disini maksudnya adalahadanya perubahan guna lahan yang kurang melihat keseimbangan alam sehingga dapatmerusak bentukan dan fungsi lahan. Misalnya dengan adanya pembangunan perumahan dilahan berkontur curam, pembukaan lahan untuk perumahan di dekat bantaran sungai,pengeprasan bukit, dan sebagainya. Dewi Pengaruh Konversi Lahan terhadap Kondisi Lingkungan JPWK 10 2Sumber Bappeda Kota Semarang. Foto Dokumentasi Pribadi, 2009GAMBAR 3PETA RAWAN BAHAYA LONGSORSudah jelas bahwa pengaruh konversi lahan di sini berdampak negatif yaitu seperti terjadinyalongsor di lahan permukiman, dan dengan bertambahnya lahan terbangun berartiberkurangnya fungsi lahan sebagi daerah resapan air. Berikut bagan pengaruh konversi lahannon-terbangun menjadi lahan terbangun di area berkembang Kecamatan Hasil Analisis, 2013GAMBAR 4BAGAN PENGARUH PEMBANGUNAN TERHADAP LAHANGambar perumahan yang terkena longsor padakawasan penyangga, merupakan tanah labildan berkontur curam. JPWK 10 2 Dewi Pengaruh Konversi Lahan terhadap Kondisi Lingkungan2. Pengaruh Terhadap AirPengaruh terhadap air dibagi menjadi 2 yaitu air bawah tanah ABT dan air konversi lahan menjadi lahan terbangun terhadap air bawah tanah adalahberkurangnya cadangan ABT akibat berkurangnya daerah resapan air. Air bawah tanahdigunakan warga sebagai sumber air melalui sumur. Sebanyak 20% responden yang saat inimenggunakan sumber air bersih selain sumur, dahulu pernah menggunakan sumur. Wargayang tidak menggunakan sumur sebagai sumber air bersih utama lagi karena menurutmereka air sumur sudah tidak layak konsumsi lagi, tercemar, berbau kaporit dan karena itu saat ini beberapa rumah tangga tidak lagi menggunakan air sumur, sumurhanya menjadi cadangan sumber air. Beberapa warga membuat sumur lagi di depanrumahnya karena lokasi sumur yang dibuat dahulu sudah mepet dengan septic tank rumahtetangga karena padatnya bangunan rumah yang dibangun. Dari 36 responden yangmemiliki sumur, sebanyak 22 responden atau 68% mengatakan permukaan atau debit airsumur air bawah tanah, terjadi permasalahan air permukaan yaitu terjadinya genangancukup tinggi saat terjadi hujan. Padahal wilayah penelitian merupakan kawasan yangberada di perbukitan. Sebanyak 40% responden mengaku terjadi genangan atau “banjir” dilingkungan permukiman mereka jika terjadi hujan deras 5-30 cm. Hal ini dikarenakan airmeluap dari drainase, atau cepatnya air yang turun dari permukiman yang berada di atas kepermukiman yang berada di perhitungan dari atribut data spasial penggunaan lahan eksisting, debit ataubesaran air larian run-off water adalah m3/hari-hujan. Kemudian perkiraankenaikan debit run-off water di area berkembang Kecamatan Gunungpati menurut PetaRencana Tata Ruang Kota Semarang, maka akan terjadi kenaikan air larian Q sebesar37,5% atau naik sebesar 56 m3/hari-hujan. Besaran run-off water tersebut tidaklahsedikit mengingat area berkembang Kecamatan Gunungpati ini merupakan kecamatanyang berada di bagian “atas” Kota Semarang. Dengan demikian, air hujan yang tidakmeresap ke dalam tanah di area tersebut akan mengalir ke Kota Semarang bagian“bawah” yang merupakan kawasan perkotaan. Oleh karena itu, bagaimanapun wilayahpenelitian harus dijaga daerah resapan airnya demi kelangsungan hidup Kota Pengaruh terhadap UdaraAda perbedaan karakteristik permukiman yang mengalami perkembangan di wilayahpenelitian, yaitu sebagai berikuta. Perkampungan penduduk asli yang sudah bercampur dengan pendatangb. Perumahan, misalnya Perumahan Negeri perumnas, perumahan yang dibangun olehpengembang waktu jaman duluc. Permukiman padat semi modern, yaitu permukiman warga yang sudah tercampur olehpenduduk pendatang guna bertempat tinggal maupun membuka usahaJenis permukiman yang dijabarkandi atas adalah sangat terkait dengan perkembangankondisi udara di area mereka. Di wilayah penelitian, saat ini permasalahan udara tidakbegitu dipersoalkan karena di area berkembang Kecamatan Gunungpati sendiri tidakdidapatkan industri besar yang menghasilkan sumber polutan. Permasalahan udara yangmenjadi persoalan di wilayah penelitian adalah polusi dari adanya kegiatan transportasi tersebut selain membuat kebisingan juga menghantarkan debu kerumah-rumah warga. Tentu saja hal tersebut tidak dirasakan oleh semua warga, hanyawarga yang bertempat tinggal di area tertentu saja yang merasakan permasalahan atau Dewi Pengaruh Konversi Lahan terhadap Kondisi Lingkungan JPWK 10 2perubahan kualitas udara tersebut, seperti pada area pinggir jalan raya dan area pusat-pusat klasifikasi tingkat kebisingan yang terjadi akibat aktivitas transportasi menurut areatempat tinggal penduduk di wilayah penelitiana. Pada Jalan arteri atau jalan alternatif Semarang-Boja. Jalan tersebut melewati semuakelurahan di wilayah penelitian. Rumah yang berada pada jalan ini sangat merasakanperubahan kualitas udara di sekitar mereka. Kegiatan transportasi yang dahulu sepi,saat ini begitu ramai melewati rumah mereka. Sebanyak 3% responden, yaitu yangmenempati area tersebut mengaku tingkat kebisingannya adalah pada taraf sangatbising. Mereka mengaku terjadi perbedaan kualitas udara yang cukup signifikan, darisegi suhu udara hingga tingkat kebisingan yang mereka rasakan Jalan Kolektor yang menghubungkan bagian Kota Semarang. Responden yangmenempati area ini mengaku bahwa tingkat kebisingan akibat transportasi tergolongwajar hingga bising/terkadang mengganggu jika pada hari-hari sibuk di pusat-pusatkegiatan di Kawasan pendidikan UNNES atau pada permukiman yang dilalui kegiatanpembangunan yang melibatkan truk lalu Jalan pada permukiman yang dekat dengan jalan raya. Pada kawasan ini, respondenmengaku bahwa kebisingan akibat transportasi masih tergolong wajar karenakebanyakan merupakan lalulintas mahasiswa yang sedang melakukan Jalan lingkungan permukiman yang jauh dari jalan raya. Pada kawasan ini, tingkatkebisingan akibat transportasi tentunya pada taraf tidak bising atau sangat wajar tidakmengganggu karena yang melalui jalan ini sudah Pengaruh Perubahan Guna Lahan terhadap Lingkungan SosialPermasalahan yang bersifat fisik, akan bersangkut paut dengan masalah sosial ekonomiBintarto, 1984 dalam Khadiyanto, 2005.Permasalahan yang bersifat fisik juga akan bersangkut paut dengan masalah sosial ekonomiBintarto, 1984 dalam Khadiyanto, 2005. Pengaruh adanya konversi lahan tersebut tidak sertamerta berdampak buruk, tetapi juga dapat berpengaruh positif bagi lingkungan sosial ekonomimaupun kondisi lingkungan sosial terkait adanya perkembangan pembangunan fisik diwilayah penelitian meliputi presepsi masyarakat terhadap lingkungan bermukim, pendidikan,pendapatan penduduk, kegiatan atau matapencaharian, kohesivitas sosial, serta gaya hidupatau jumlah lahan terbangun dan kepadatan bangunan, dapat mempengaruhipresepsi masyarakat yang tinggal di sana dalam menilai kondisi lingkungan bermukim merekasaat ini. Akan tetapi, secara umum dilihat dari kenampakan fisik dan non-fisik tidak ditemukanadanya permukiman kumuh atau slum yang ada di wilayah hasil kuesioner, mayoritas responden yaitu sebesar 73% warga mengatakanlingkungan bermukim mereka masih tergolong baik, bahkan 8% responden mengatakanlingkungan mereka sangat baik. Alasan mereka adalahkebutuhan prasarana dan saranamenjadi terpenuhi, dan karena mereka tinggal pada area yang tidak terjadi permasalahanterkait keterbatasan fisik alam rawan bencana. JPWK 10 2 Dewi Pengaruh Konversi Lahan terhadap Kondisi LingkunganAkan tetapi, 19 % responden mengatakan lingkungan mereka adalahkarena mereka tinggal di area yang rawan bencana longsor sehingga rumah-rumah merekaretak-retak sehingga menjadi kekhawatiran bermukim mereka semakinburuk juga karena mereka tinggal di area yang semakin padat bangunan tetapi sanitasilingkungan kurang di perhatikan seperti sanitasi persampahan, selokan yang tidak terencanadengan baik sehingga menimbulkan masalah, serta infrastruktur jalan yang rusak. Kondisitersebut dapat dijumpai di sebagian Kelurahan Sukorejo dimana perkembangan permukimanterjadi cukup pesat, dan Kelurahan Sekaran dimana merupakan kawasan pendidikan garis besar, konversi lahan yang terjadi telah membawa pengaruh negatif bagilingkungan di area berkembang Kecamatan Gunungpati. Pengaruh negatif tersebut antara lainyaitu terjadinya longsor pada lahan permukiman pada area rawan longsor yang jugamerupakan kawasan penyangga, dan saat ini terdapat sekitar 129 Ha lahan terbangun yangberada pada kawasan penyangga. Konversi lahan tersebut juga berpengaruh padaberkurangnya daerah resapan air yang berakibat pada berkurangnya debit air bawah tanah,serta tercemarnya sumur penduduk akibat semakin padatnya permukiman yang kurangterencana dengan baik. Sebanyak 22 dari 36 warga yang memiliki sumur, mengatakan bahwapermukaan air sumur mereka mengalami penurunan permukaan air. Selain itu, berkurangnyadaerah resapan air berarti juga terjadi peningkatan debit air sisi lain, konversi lahan terjadi karena adanya aktivitas pembangunan kota, sehinggaperkembangan pembangunan tersebut membawa pengaruh positif bagi perkembangan KotaSemarang yaitu mewadahi aktivitas penduduk, dan telah memberikan kecukupan akankebutuhan sarana dan prasarana penduduk. Akan tetapi karena adanya pengaruh negatif tadi,maka pembangunan nantinya harus mengutamakan aspek kesesuaian lahan dan daya dukunglingkungan untuk menciptakan keberlanjutan lingkungan binaan maupun lingkungan PUSTAKACurah Hujan dan Potensi Bencana Gerakan Tanah Tahun 2008. Badan Meteorologi dan Geofisika, Nurma Kumala. 2012. Identifikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Kondisi Sosial EkonomiMasyarakat Daerah Pinggiran di Kecamatan Gunungpati. Tugas Akhir tidak diterbitkan,Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Noor. 2011. Geologi untuk Perencanaan. Yogyakarta Graha 2010. Pola dan Intensitas Konversi Lahan Pertanian di Kota Semarang Tahun 2000-2009, dalam diakses tanggal Johara T. 1999. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan, danWilayah. Bandung Gunungpati dalam Angka Tahun 2010. Badan Pusat Statistik, Parfi. 2005. Tata Ruang Berbasis pada Kesesuaian Lahan. Semarang Zaenil. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertaniandi Kabupaten Demak, dalam diakses tanggal 31-12-2013. Dewi Pengaruh Konversi Lahan terhadap Kondisi Lingkungan JPWK 10 2Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang WilayahKota Semarang Tahun 2011 – Detail Tata Ruang Kota RDTRK Kota Semarang Tahun Otto. 2001. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta Gadjah MadaUniversity Hadi Sabari. 2008. Dinamika Wilayah Peri-Urban Determinan Masa Depan Pustaka Pelajar. ... Semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk menyebabkan kota tidak mampu lagi untuk menampung kegiatan penduduk yang ditandai dengan kelangkaan dan meningkatnya harga tanah. Keterbatasan lahan di kota inilah yang akan memicu pengembangan wilayah menyebar ke daerah pinggiran dengan lahan yang masih mencukupi Dewi et al., 2014. Kawasan Pinggiran kota pada umumnya didominasi oleh kegiatan di sektor pertanian sehingga sebbagian besar penggunaan lahannya juga berupa lahan pertanian. ...The need for land continues to increase in line with the rate of population growth. This limited land area in the city will trigger regional development to spread to the outskirts with sufficient land. From 2013 to 2019 the built-up land has increased to reach Ha. Types of land use vegetation decreased by Ha and agricultural land decreased by Ha. The difference in the area of land built over a period of 6 six years is 438,1911 Ha. The Kappa coefficient value obtained is or 87 percent, which means that the Landsat 8 image used has a fairly high accuracy. The pattern of encroachment that occurs in Dau District is an elongated pattern. This is indicated by the development of settlements that can be seen on several sides of the main road. Kebutuhan lahan terus mengalami peningkatan sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk. Keterbatasan lahan di kota inilah yang akan memicu pengembangan wilayah menyebar ke daerah pinggiran dengan lahan yang masih mencukupi. Dari tahun 2013 sampai tahun 2019 lahan terbangun telah mengalami pertambahan mencapai Ha. Jenis penggunaan lahan vegetasi mengalami penurunan sebanyak Ha dan lahan pertanian mengalami penurunan sebanyak Ha. Selisih luas lahan terbangun pada kurun waktu 6 enam tahun mencapai Ha. Nilai Koefisien Kappa yang didapatkan adalah atau 87 persen yang berarti bahwa citra Landsat 8 yang digunakan memiliki ketelitian yang cukup tinggi. Pola perambahan yang terjadi di Kecamatan Dau adalah pola memanjang. Hal ini ditunjukan dengan berkembangnya permukiman yang terlihat dibeberapa tepi jalan utama.... City development that does not follow the regency's spatial plan will cause not only a major flood but also landslides. The conversion of land to built-up land is around ha resulting in a decrease in groundwater, landslides, and an increase in surface water discharge Dewi and Rudiarto 2014. Mahmud et al. 2021a found out that the carrying capacity of the Wosi Watershed is categorized as bad and is one of the watersheds in Manokwari Regency that must be restored. ... Mahmud MahmudAbdul AzizDanang WijayaDenisa MelanesiaFlood is number one Indonesian natural disaster in the last 10 years and its occurrence at Manokwari is frequently reported. Biophysical condition is playing a key role in carrying capacity of this catchment study is to determine biophysical characteristics of Wosi Watershed to manage and mitigate flooding in Manokwari. Spatial analysis and field observation methods were used to collect the data. Biophysical variables are rainfall, watershed morphometric, slope, and land used. Carrying capacity is measured using flow regime coefficient and annual flow coefficient. The results showed that the heavy rainfall > 100 mm throughout the ten years with wet months at average resulting very wet tropical climate. This watershed has an area of 2, ha, its circumference of km2 with river length of km resulting triangle and triangle for Rc and Re, respectively. This morphometry is rectangular and slightly ovaltriangular formed of four rivers with drainage pattern of dendritic, which resembles the shape of a tree branch/twig. Steep slopes are dominant with non-forest area 62% of the flat and steep slope for settlement 698 ha, and flat slope for mixed dry farming 707 ha. From 2016-2020, river water flow changes rapidly from low to very high to generate flooding, but the carrying capacity is sometime changeable from good to bad. Water drainage, retaining walls, replantation, early warning system, and flooding leaflets mitigation campaign, are structural and non-structural mitigation could be parallelly conducted to manage and mitigate the flooding risks in future.... The designation of residential areas in Gunungpati Subdistrict needs to be directed according to its function so as not to disturb the ecological functions of existing protected areas Dewi & Rudiarto, 2017. The results of this spatial mapping become material in calculating the carrying capacity value of residential land to be able to produce carrying capacity values or classifications of regional capabilities in each village to accommodate the population. ...Tyas Pratamaningtyas AnggrainiNur Hafida HidayatiIntan Muning HarjantiThe City Regional Spatial Plan RTRW for Semarang City stipulates that Gunungpati District has a role in developing residential cultivation areas with the determination of several protected area types as well as functioning as a strategic environmental carrying capacity area for the city. Based on Semarang City BPBD, 29 landslides occurred between 2016-2021, which damaged houses, facilities, and residential infrastructure. This study aims to produce spatial mapping for residential area designations through the calculation of its carrying capacity so as to obtain the carrying capacity value or classification of the ability of each village area to accommodate the number of residents. This can then be used as one of the basic considerations in determining the development of residential areas in Gunungpati District. This study uses the quantitative method to determine the residential land's carrying capacity through spatial mapping data processing based on geographic information systems GIS using scoring, weighting, and overlay techniques. The spatial mapping produces a landslide vulnerability map with vulnerability classifications covering very low Ha to very vulnerable Ha classes as well as cultivation function, buffer, and protected areas distribution in Gunungpati District. The final results show that each region can accommodate the population increase of each village in Gunungpati District, with Jatirejo Village scoring the highest in DDPm value and Sukorejo Village scoring the lowest Keywords Landslides, carrying capacity, settlement... Technopark adalah kawasan terpadu yang memadukan unsur pengembangan iptek, kebutuhan pasar industri, dan bisnis sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap perekonomian negara Aldianto et al., 2018;Devitama et al., 2020. Unsur agro dipilih karena kondisi eksisting tapak merupakan lahan pertanian yang apabila dilakukan pengembangan yang masif akan merugikan sumberdaya lahan yang sulit untuk kembali Dewi & Rudiarto, 2014;Riza et al., 2018. Unsur bisnis akan mengombinasikan penjualan barang dan jasa khususnya jasa agroeduwisata baik yang dihasilkan dari tapak maupun dari UGJ. ...The Yayasan Pendidikan Swadaya Gunung Jati YPSGJ in Cirebon is a foundation in social education. This foundation has land resources that have not been optimized and plans to develop one of their business unit in the tourism sector. This study aims to plan YPSGJ's land in Cibogo to be developed into a business unit in the tourism sector. This study is a tourism landscape planning study, therefore the method used refers to the Gunn planning stages which consist of setting objectives, research, synthesis conclusions, concepts, and recommendations. Data was collected by interviewing three key informants from YPSGJ, literature study, and observation. Data were analyzed using SWOT analysis to determine the planning concept. The results obtained from the land are planned to be an agriculture-based technopark by combining agro-edutourism activity. There are 7 activity concepts and 13 facility concepts spread over 4 spaces are proposed in this plan. The managerial implications of this study can provide input for YPSGJ to develop its land resources so that the benefits can be felt not only for internal YPSGJ but also for the Cirebon Municipality. The results of this study can also be used as a reference in the field of tourism landscape science as its practical implications.... A flood can be a disaster disaster, and can even be a disaster catastrophe if humans do not care anymore about the environment. A reduction in water catchment areas means an increase in surface water discharge Dewi & Rudiarto, 2014. Resubun et al.,2015 stated that the loss of water catchment areas is related to the conversion from water catchment areas to residential areas and trade in goods and services. ...Density and undeveloped land can be identified using digital transformation through remote sensing data. This study aims to map the distribution of building densities with the Normalized Difference Built-Up Index NDBI and Urban Index UI, analyze the comparison of building densities of the NDBI and UI methods, and analyze the relationship between the transformation of NDBI and UI on building densities in Banjarmasin City. The data used to obtain building density image Landsat 8 Oli Tirs. The method used to separate the built area and non-building area using digital classification. The area was developed from the results of the multispectral classification filtered with NDBI and UI transformation for the classification of the building density level. The results of this study indicate that building density has a positive relationship with the transformation of NDBI and UI because the high building density in the transformation of NDBI and UI has a high value. Non-built area and constructed land shows an NDBI accuracy of and accuracy of UI, there is a difference of greater accuracy UI. Overall accuracy exceeding 80% indicates very high accuracy for building density Zubaid Anif RizqiantiErna WijayantiHydroponics based on bio-entrepreneurship is one of the efforts to protect environmental pollution by utilizing waste into a high use value, one of which is the use of plastic waste as a hydroponic growing medium. This study aims to develop a bioentrepreneurship-based hydroponic leaflet to increase the millennial generation's motivation towards agriculture by utilizing the development of Agricultural Science and Technology through the wick hydroponic system. The method used is five ADDIE paths, namely Analysis Design, Development, Implementation, and Evaluation. The results of the overall validity test data analysis conducted on media expert lecturers obtained a percentage of including the appropriate category. The conclusion of this research is that the development of MeLea Bionic Media Leaflet Bioentrepreneurship Hydroponics is appropriate to be used as a reference for making hydroponics to motivate the millennial generation in facing limited land in the city of population growth is one of the impacts of the growth of a city or district in an area. This also happened in the Cimahi watershed area. As the population grows, so does the need for land which increases the land-use change in the Cimahi watershed. Land-use changes will affect the surrounding environment and one of them is the river, especially river water quality. As a watershed area, there is one main river that is the source of life as well as the Cimahi watershed, whose main river is the Cimahi River. The purpose of this study was calculated the relationship between land-use change in the Cimahi watershed and the water quality parameters of the Cimahi River. The correlation between the two was calculated using Pearson correlation. Water quality parameters can be seen based on BOD and DO values. BOD and DO values are the opposite because good water quality has high DO values and low BOD values. The correlation between land-use change and BOD was is in the area of settlements area. In contrast, to DO values, an increase in settlements/industrial zones will further reduce DO values so that both have a negative correlation, which is indicated by a value of -0,535. The correlation between settlements with pH and temperature values is and While the correlation between settlements with TSS and TDS values are and respectively. In this study, it can be seen that there is a relationship between the decline in water quality and changes in land DarniyusHardi Warsono Teuku AfrizalRetno Sunu AstutiThis article focuses on the evaluation of regional spatial planning policies, namely the Regional Regulation of the City of Semarang Number 14 of 2011 concerning the 2011-2031 Regional Spatial Plan, particularly regarding the spatial structure and spatial patterns in the Gunungpati District. Because the issue of spatial planning has caused various environmental problems in urban areas. This article refers to the Regulation of the Minister of Agrarian and Spatial Planning Number 9 of 2017 concerning Guidelines for Monitoring and Evaluation of Spatial Use, using a literature study methodology approach. The results show that the spatial structure determination in Gunungpati District needs to be changed because of the emergence of settlements that are on quite /very sloping slopes. As a result, Gunungpati District as a conservation area, water catchment, and green catchment as well as protecting the area below has changed. Meanwhile, the network of facilities and infrastructure as well as green open space in Gunungpati District has met the requirements of the RTRW for Semarang City. Based on the above considerations, a concrete policy is needed in maintaining the function of the Gunungpati District, so that it can protect the ecosystem in its area. Besides the importance of providing education to the public regarding sustainable urban development, to create complex environmental preservation, this article contributes to the field of public management and a collaborative governance policy model that is directly implemented in the city of article focuses on the evaluation of regional spatial planning policies, namely the Regional Regulation of the City of Semarang Number 14 of 2011 concerning the 2011-2031 Regional Spatial Plan, particularly regarding the spatial structure and spatial patterns in the Gunungpati District. Because the issue of spatial planning has caused various environmental problems in urban areas. This article refers to the Regulation of the Minister of Agrarian and Spatial Planning Number 9 of 2017 concerning Guidelines for Monitoring and Evaluation of Spatial Use, using a literature study methodology approach. The results show that the spatial structure determination in Gunungpati District needs to be changed because of the emergence of settlements that are on quite /very sloping slopes. As a result, Gunungpati District as a conservation area, water catchment, and green catchment as well as protecting the area below has changed. Meanwhile, the network of facilities and infrastructure as well as green open space in Gunungpati District has met the requirements of the RTRW for Semarang City. Based on the above considerations, a concrete policy is needed in maintaining the function of the Gunungpati District, so that it can protect the ecosystem in its area. Besides the importance of providing education to the public regarding sustainable urban development, to create complex environmental preservation, this article contributes to the field of public management and a collaborative governance policy model that is directly implemented in the city of has not been able to resolve any references for this publication.
.
  • c8jp4d5gc5.pages.dev/687
  • c8jp4d5gc5.pages.dev/773
  • c8jp4d5gc5.pages.dev/315
  • c8jp4d5gc5.pages.dev/561
  • c8jp4d5gc5.pages.dev/559
  • c8jp4d5gc5.pages.dev/288
  • c8jp4d5gc5.pages.dev/819
  • c8jp4d5gc5.pages.dev/128
  • c8jp4d5gc5.pages.dev/176
  • c8jp4d5gc5.pages.dev/117
  • c8jp4d5gc5.pages.dev/565
  • c8jp4d5gc5.pages.dev/480
  • c8jp4d5gc5.pages.dev/456
  • c8jp4d5gc5.pages.dev/739
  • c8jp4d5gc5.pages.dev/428
  • konversi lahan permukiman di asean umumnya terjadi di wilayah